Situs Media Informasi Kantor Imam Ali Khamenei
Terima:

Ajwibatul Istiftaat

  • TAQLID
  • THAHÂRAH (KESUCIAN)
  • SHALAT
  • PUASA
  • KHUMUS
  • JIHAD
  • AMAR MA'RUF & NAHI MUNKAR
  • MEMPERDAGANGKAN BENDA-BENDA NAJIS
  • MASALAH LAIN-LAIN SEPUTAR MATA PENCAHARIAN
  • MENGAMBIL UPAH DARI PERBUATAN YANG WAJIB
  • CATUR
  • ALAT-ALAT JUDI
  • MUSIK DAN NYANYIAN
  • TARIAN
  • APLAUS (TEPUK TANGAN)
  • GAMBAR (FOTO) DAN FILM
  • PARABOLA
  • DRAMA DAN BIOSKOP
  • MELUKIS DAN MEMAHAT
  • SIHIR, SULAP, MENDATANGKAN ROH DAN JIN
  • UNDIAN DAN SAYEMBARA
  • SUAP
  • Hukum-hukum Kedokteran
  • ETIKA BELAJAR DAN MENGAJAR
  • HAK CIPTA
  • TRANSAKSI DENGAN NON-MUSLIM
  • BEKERJA DI NEGARA ZALIM
  • BUSANA
  • MENIRU NON MUSLIM DAN MENYEBARKAN BUDAYA MEREKA
  • BERHIJRAH
  • ROKOK DAN NARKOTIKA
  • JENGGOT DAN KUMIS
  • BERADA DI LOKASI DAN TEMPAT MAKSIAT
  • JIMAT DAN ISTIKHARAH
  • MENGHIDUPKAN ACARA KEAGAMAAN
  • Jual-beli Fudhuli
  • Para Pemilik dan Hak Menjual
    Berkas yang Dicetak  ;  PDF

    Para Pemilik dan Hak Menjual

    SOAL 1408: Jika seorang ayah membeli tanah atau rumah untuk anak-anaknya yang belum balig dan ia sendiri yang melakukan transaksi akad jual-beli. Apakah penyerahan uang dan penerimaan barang yang dilakukan olehnya sebagai wali yang memiliki hak otoritas untuk anaknya dianggap cukup dalam jual-beli?
    JAWAB: Setelah transaksi dilakukan dengan sempurna oleh kedua belah pihak, maka penyerahan uang dan penerimaan barang yang dilakukan oleh orang tuanya sebagai wali yang memiliki hak otoritas untuk anaknya yang belum balig, dianggap cukup dalam jual-beli

    SOAL 1409: Wali yang mengasuh kami di saat kami masih kecil (belum balig) menjual tanah kami dan telah menerima uang muka (DP) dari pembeli. Kami tidak tahu apakah jual-beli telah terjadi secara sempurna atau belum. Yang jelas tanah selalu berada di bawah kekuasaan si pembeli dan ia menggunakannya. Apakah jual-beli ini sah dan berlaku bagi kami atau bolehkah bagi kami mengambil kembali tanah tersebut, karena kami pemilik aslinya?
    JAWAB: Jika terbukti, bahwa wali syar’i Anda telah menjual tanah Anda dengan hak syar’i yang ia miliki sebagai wali yang mengasuh Anda di saat Anda belum balig, maka jual-beli tersebut dihukumi sah. Dan selama belum terjadi pembatalan jual-beli (fasakh) maka Anda tidak berhak untuk menuntutnya kembali.

    SOAL 1410: Jika dari peninggalan seorang mayat tersisa sejumlah uang yang berada di tangan sang qayyim (pengasuh anak-anak yatim almarhum) namun ia tidak menjalankan uang tersebut, apakah ia berkewajiban untuk memberikan laba seperti yang diberikan bank atau yang popular di kalangan masyarakat dan pelaku pasar? Jika ia menjalankan uang tersebut dalam perdagangan, namun ia tidak memperjelas prosentase keuntungan. Bagaimana hukumnya?
    JAWAB: Pengasuh tidak memiliki kewajiban untuk memberikan hasil keuntungan yang diperkirakan jika dijalankan. Namun, jika ia memang menjalankannya dalam perdagangan dan dia memang memiliki hak untuk itu, maka semua keuntungan adalah milik sang anak asuhannya. Dia hanya berhak untuk mendapatkan upah yang lazim dan masyhur atas pekerjaan yang ia lakukan.

    SOAL 1411: Apakah boleh menantu dan anak seorang yang masih hidup dan tidak mahjur12 menjual harta dan barang yang dimilikinya tanpa izin darinya?
    JAWAB: Menjual barang milik orang lain tanpa izin pemiliknya adalah fudhuli yang keabsahannya bergantung pada izin dan kerelaannya, sekalipun yang menjual itu adalah anak atau menantu pemilik barang tersebut. Oleh karena itu, selama pemilik tidak memberikan izin dan kerelaannya, maka jual-beli itu tidak memiliki dampak apa-apa.

    SOAL 1412: Ada seorang yang terkena stroke sehingga tidak berfungsi otaknya. Bagaimana caranya sehingga anak-anaknya memiliki hak untuk mempergunakan harta ayahnya dalam muamalah? Apa hukum muamalah yang dilakukan salah seorang anaknya dengan harta ayahnya tanpa izin dari hakim syar’i dan saudara-sadaranya?
    JAWAB: Jika tidak berfungsinya otaknya dalam pandangan umum sampai pada derajat gila, maka seluruh hartanya adalah berada di bawah otoritas hakim syar’i. Tidak ada seorang pun yang memiliki hak untuk mempergunakan hartanya sekalipun anak-anaknya. Seluruh yang dilakukan oleh mereka dianggap sebagai sebuah perbuatan di luar haknya (gasab) dan mewajibkannya untuk menanggung setiap kerugian yang terjadi. Adapun muamalah yang dilakukan adalah fudhuli yang keabsahannya bergantung pada izin hakim syar’i.

    SOAL 1413: Jika ada orang yang kawin dengan istri seorang syahid yang dengan demikian hak untuk mengasuh anak-anak syahid ada padanya. Apakah boleh ia dan sang istri memanfaatkan barang-barang yang dibeli dari uang yang diberikan oleh lembaga pengayom keluarga para syahid? Apakah setiap bantuan bulanan yang berupa uang atau lainnya yang diberikan kepada anak-anak sang syahid hanya boleh dipergunakan untuk menutupi kebutuhan mereka dan harus dipisahkan sehingga tidak tercampur dengan penggunaan kebutuhan lainnya?
    JAWAB: Mempergunakan uang dan harta yang dikhususkan untuk anak para syahid, baik untuk kebutuhan mereka atau pun yang lainnya, haruslah dengan izin wali syar’i mereka, sekalipun demi kemaslahatan mereka.

    SOAL 1414: Apa hukum barang-barang yang dihadiahkan oleh setiap tamu yang berkunjung kepada keluarga para syahid? Apakah ia merupakan hak milik anak-anak para syuhada?
    JAWAB: Jika hadiah-hadiah tersebut diterima oleh wali syar’i mereka, maka ia adalah milik mereka dan segala bentuk penggunaannya pun haruslah dengan izin wali syar’i mereka.

    SOAL 1415: Ayah saya memiliki sebuah ruangan untuk perniagaan. Setelah beliau wafat paman-paman sayalah yang mengelolanya dan menyerahkan sejumlah uang kepada kami sebagai uang sewa tempat tersebut. Ibu saya yang merupakan pengasuh saya di saat belum balig meminjam sejumlah uang kepada mereka, maka mereka tidak lagi memberikan uang sewa tersebut kepada kami, dalam rangka melunasi utang ibu kami. Sebelum kami balig dan bertentangan dengan aturan penjagaan harta anak-anak yang belum balig mereka membeli toko tersebut dari ibu saya. Semua proses dan transaksi telah dilakukan pada rezim yang lalu (pra-revolusi) dengan kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang dari mereka. Bagaimana tugas kami sekarang? Apakah transaksi tersebut dihukumi sah ataukah kami memiliki hak untuk membatalkannya? Apakah hak anak kecil yang belum balig akan hilang dengan berlalunya waktu?
    JAWAB: Sewa-menyewa toko yang dilakukan, pemotongan uang sewa sebagai pelunasan utang dan penjualan toko tersebut dihukumi sah. Kecuali terbukti secara syar’i dan undang-undang, bahwa penjualan miliki anak-anak yang belum balig yang dilakukan pada saat itu bertentangan dengan kemaslahatan mereka atau tidak dengan izin pengasuh dan jika setelah mencapai usia balig mereka tidak mengizinkan (merestui) hal itu, maka batallah transaksi penjualan yang dilakukan. Kalau memang muamalah itu terbukti batil, maka dengan berlalunya waktu tidak menggugurkan hak anak-anak yang belum balig.

    SOAL 1416: Suami saya meninggal dalam sebuah kecelakaan yang dikemudi oleh salah seorang temannya. Dan sekarang sayalah yang menjadi pengasuh terhadap anak-anak saya. Pertanyaan saya:
    a. Apakah saya berhak untuk menuntut diyat (kompensasi syar’i) darinya karena dia menyebabkan kematian suami saya? Ataukah saya berhak untuk menuntutnya agar mengurus asuransi?
    b. Apakah boleh saya mempergunakan uang khusus milik anak-anak saya untuk keperluan acara dan majelis duka ayah mereka?
    c. Apakah boleh bagi saya untuk mengabaikan hak anak-anak saya dalam perolehan diyat?
    d. Jika saya mengabaikannya dan di saat anak-anak sudah mencapai usia balig, mereka tidak merelakan hal itu, apakah saya berkewajiban untuk menggantinya?
    JAWAB: a. Jika pengemudi atau orang lain secara syar’i berkewajiban untuk membayar diyat, maka Anda sebagai orang yang memiliki kewajiban mengasuh anak-anak, wajib untuk menuntutnya dan menyimpan uang tersebut. Begitu juga bila mereka memang berhak untuk mendapatkan asuransi.
    b. Mempergunakan uang anak-anak kecil yang belum balig untuk keperlua majelis duka dan doa ayah mereka tidaklah diperbolehkan. Walaupun harta tersebut merupakan warisan yang mereka dapatkan dari ayah mereka.
    c. & d. Sikap Anda yang mengabaikan penuntutan diyat adalah bertentangan dengan kemaslahatan mereka. Oleh karena mereka berhak untuk menuntut biyah tersebut di saat sudah balig.


    SOAL 1417: Suami saya wafat dan meninggalkan beberapa orang anak kecil yang belum balig. Sesuai dengan keputusan pengadilan, kakek merekalah yang diangkat menjadi pengasuh mereka. Apakah setelah salah seorang dari mereka mencapai usia balig, secara otomatis ia adalah pengasuh bagi adik-adiknya? Jika tidak demikian, apakah saya boleh menjadi pengasuh anak-anak saya? Di sisi lain, sang kakek dengan berdasarkan keputusan pengadilan berkeinginan untuk mengambil 1/6 dari harta almarhum. Apa hukumnya?
    JAWAB: Hak untuk memelihara dan “perwalian” anak yatim sampai mereka mencapai usia balig dan dewasa dimiliki kakek dan tidak diperlukan adanya keputusan dan pengangkatan pengadilan atas hal itu. Namun walaupun demikian, segala transaksi yang dilakukan atas harta mereka harus sesuai dengan kemaslahatan mereka dan memberi manfaat kepada mereka. Jika ada perbuatan yang dia lakukan bertentangan dengan hal itu, maka mereka memiliki hak untuk mengajukan hal itu ke pengadilan. Setiap anak yang telah menginjak usia balig dan dewasa (berfikir sempurna) maka dia keluar dari hak pemeliharaan dan “perwalian” sang kakek. Dengan demikian, dia dapat mengurus dan memutuskan urusannya sendiri. Namun dia tidak memiliki hak untuk mengurus dan mengatur adik-adiknya yang lain yang belum balig dan dewasa. Begitu pula ibunya. Dan karena seorang kakek memang memiliki hak waris sebesr 1/6 dari harta ayah mereka maka tidak bermasalah jika ia mengkhususkan untuk dirinya hal itu.

    SOAL 1418: Seorang perempuan yang memiliki suami, ayah dan ibu serta tiga orang anak kecil terbunuh. Pengadilan memutuskan, bahwa pembunuhnya adalah istri saudara suaminya, maka ia pun diwajibkan untuk membayar diyat (kompensasi) kepada para wali. Namun sang suami yang merupakan wali syar’i bagi anak-anak yag belum balig tersebut tidak meyakini hal itu. Oleh karena itu, ia tidak mau untuk menerima diyat tersebut, baik untuk dirinya dan anak-anaknya. Bolehkah ia melakukan demikian? Yang kedua bolehkah bagi orang lain dengan alasan apa pun, pada saat masih ada ayah dan kakek untuk ikut campur dan mendesak anak-anak agar menerima diyat dari paman yang dianggap sebagai pembunuh?
    JAWAB: a. Jika sang suami (ayah anak-anak) mendapatkan keyakinan, bahwa saudaranya yang diputuskan oleh pengadilan sebagai pembunuh istrinya, bukanlah pembunuh. Oleh karena itu, dia menganggap, bahwa ia tidak memiliki tanggungan untuk membayar diyat tersebut, maka dia (sang suami) tidak boleh untuk mengambilnya serta menuntut hal itu untuk anak-anaknya dengan alasan, bahwa dia adalah wali mereka.
    b. Selama masih ada ayah atau kakek dari ayah, yang mana mereka merupakan orang-orang yang memiliki hak untuk mengasuh dan perwalian terhadap anak-anak kecil mereka yang belum balig, maka selain mereka tidak memiliki hak apa pun untuk ikut campur dalam urusan mereka.


    SOAL 1419: Jika orang yang dibunuh hanya memiliki anak-anak kecil yang belum balig, dan pengasuh yang diangkat untuk mereka bukan wali yang berhak untuk menuntut “darah,” bolehkah dia memaafkan sang pembunuh atau mengganti kisas dengan diyat?
    JAWAB: Jika hak-hak yang dimiliki oleh wali syar’i telah diserahkan kepadanya, maka dengan memerhatikan maslahat dan kepentingan anak-anak asuhnya ia dapat melakukan hal itu.

    SOAL 1420: Ada sejumlah uang tunai di rekening bank atas nama anak-anak kecil yang belum balig. Pengasuh mereka bermaksud mengambil darinya untuk diperdagangkan, sehingga ada pemasukan yang dapat memenuhi kebutuhan keseharian mereka. Bolehkah ia melakukan hal itu?
    JAWAB: Seorang pengasuh dengan memerhatikan maslahat dan manfaat anak-anak asuhnya untuk menjadikan uang milik mereka sebagai modal yang dia jalankan sendiri dengan sistim bagi hasil (mudharabah) atau pun ia serahkan kepada orang untuk hal itu, dengan syarat orang tersebut adalah orang yang jujur dan dapat dipercaya. Jika tidak demikian, maka (bila terjadi apa-apa) sang pengasuh berkewajiban untuk bertanggung jawab atas uang tersebut

    SOAL 1421:
    Jika para wali yang berhak atas penuntutan darah (atas sebuah pembunuhan) semuanya atau sebagiannya anak-anak yang belum balig, sehingga yang berhak untuk menuntut hak mereka adalah hakim syar’i. Bila ia (hakim) telah memastikan dan meyakini, bahwa si pembunuh adalah orang yang tidak mampu, bolehkah dia menetapkan diyat sebagai ganti dari kisas dan memaafkannya?
    JAWAB: Seorang hakim boleh saja melakukan hal itu, jika ia telah menetapkan, bahwa kemaslahatan dan manfaat anak-anak kecil yang belum balig itu meniscayakan untuk memaafkan si pembunuh dan menggantikan kisas dengan diyat atas dirinya.

    SOAL 1422: Bolehkah seorang hakim mencabut hak mengasuh dan perwalian seorang wali otomatis, jika diyakini, bahwa dia akan merugikan anak asuhnya secara finansial?
    JAWAB: Jika berdasarkan berbagai saksi dan indikasi (qarinah) dia telah mendapatkan keyakinan tentang hal itu, maka wajib baginya untuk mencabut hak perwalian dari wali tersebut.

    SOAL 1423: Apakah ketika seorang wali tidak mau untuk menerima kesepakatan (shuluh) dan hibah tanpa imbalan yang diberikan kepada anak-anak asuhnya, yang tentunya merupakan manfaat bagi mereka dianggap telah melakukan hal-hal yang merugikan atau dianggap tidak memerhatikan maslahat mereka?
    JAWAB: Sekadar tidak menerima hal itu tidak meniscayakan telah merugikan atau tidak memerhatikan maslahat mereka. Oleh karena itu, menolak pada dasarnya tidak bermasalah, sebab seorang wali tidak memiliki kewajiban untuk mendatangkan harta bagi anak-anak asuhnya. Bahkan mungkin saja menurut pandangannya justru “menolak” hal itu dalam kondisi tertentu adalah demi kemaslahatan anak-anak asuhnya.

    SOAL 1424: Jika negara menetapkan untuk memberikan sejumlah uang atau sebidang tanah kepada putra-putri para syuhada (pahlawan) dan akan menuliskan nama mereka dalam akta kepemilikan, namun sang wali tidak mau untuk menandatangani. Bisakah seorang hakim dengan hak perwalian yang ia miliki terhadap anak-anak kecil yang belum balig mengambil-alih penandatanganan?
    JAWAB: Jika tanda tangan wali merupakan syarat untuk menerima uang atau tanah tersebut, maka tidak ada kewajiban baginya untuk menandatanganinya. Hakim, selama ada wali syar’i tidak memiliki hak perwalian atas hal itu. Namun, jika penjagaan harta anak-anak asuh bergantung pada tandatangan wali, maka ia tidak memiliki hak untuk menolak tandatangan. Pada kondisi demikian, seorang hakim memiliki kewajiban untuk memaksanya menandatanganinya atau dia sendiri yang menandatanganinya dengan hak perwalian yang dimiliki atas anak-anak yang belum balig.

    SOAL 1425: Apakah keadilan merupakan syarat bagi seorang wali yang akan mengasuh dan memiliki perwalian atas anak-anak kecil yang belum balig? Jika seorang wali adalah seorang yang fasik dan ada kekhawatiran akan habisnya harta anak asuh, apa tugas hakim atas hal itu?
    JAWAB: Sifat adil bukanlah syarat bagi perwalian seorang ayah atau kakek. Namun, jika seorang hakim dengan berbagai indikasi dan saksi melihat, bahwa sang ayah atau kakek akan merugikan anak-anak asuhnya, maka ia berkewajiban untuk mencabut hak tersebut darinya.

    SOAL 1426: Jika dalam sebuah pembunuhan yang disengaja, semua wali orang yang terbunuh adalah anak-anak kecil yang belum balig dan gila. Apakah wali otomatis (ayah atau kakek dari ayah) atau pengasuh yang ditetapkan oleh pengadilan memiliki hak untuk menuntut kisas atau diyat?
    JAWAB: Dari berbagai dalil dapat dipahami, bahwa Allah Swt memberikan hak perwalian kepada para wali anak-anak dan orang gila adalah dalam rangka menjaga kemaslahatan mereka. Oleh karena itu, di dalam masalah yang ditanyakan seorang wali syar’i dengan memerhatikan kemaslahatan dan manfaat mereka hendaknya mengurus hal itu, dengan memilih antara menuntut kisas atau diyat atau memaafkan si pembunuh dengan uang kompensasi tertentu atau tanpa uang kompensasi. Segala keputusan yang dia ambil, maka dianggap absah dan wajib dilaksanakan. Tentu jelas sekali, bahwa dalam menentukan hal itu dia harus memerhatikan segala sisinya termasuk usia anak asuhnya, jauh atau dekatnya ia untuk menginjak usia balig.

    SOAL 1427: Jika terjadi sebuah tindakan kriminal kepada seseorang yang sempurna (sudah dewasa dan tidak gila-peny.) apakah ayah atau kakeknya berhak untuk menuntut diyat tanpa izin dan restu dari anak atau cucu yang menjadi korban tindakan kriminal tersebut? Dengan kata lain, apakah seorang pelaku tindakan kriminal berkewajiban untuk membayar diyat kepada korban karena tuntutan ayahnya atau kakeknya atas hal itu?
    JAWAB: Mereka (ayah dan kakek) tidak memiliki perwalian terhadap orang yang sudah balig dan berakal sehat dan sempurna. Oleh karena itu, ia tidak bisa menuntut hal itu tanpa izin dari si korban.

    SOAL 1428: Bolehkah wali anak-anak kecil yang belum balig -karena hak perwalian yang mereka miliki- menyetujui wasiat yang lebih dari sepertiga dari harta warisan yang ditinggalkan?
    JAWAB: Wali syar’i dengan memerhatikan manfaat dan kemaslahatan anak asuhnya boleh untuk melakukan hal itu.

    SOAL 1429: Apakah ayah dan ibu terhadap anak-anaknya memiliki hak yang sama ataukah salah satu dari keduanya memiliki hak yang lebih atas yang lain? Kalau memang sama, maka di saat terjadi perselisihan dan perbedaan pendapat, siapakah di antara ke duanya yang layak untuk didahulukan?
    JAWAB: Jawaban atas hal itu berbeda-beda antara beberapa hal berikut:
    • Hak perwalian atas anak-anak kecil yang belum balig dimiliki ayah atau kakek dari ayahnya.
    • Hak mengasuh anak-anak laki-laki hingga umur dua tahun dan anak-anak perempuan hingga usia tujuh tahun dimiliki ibunya. Setelah usia tersebut adalah dimiliki oleh ayahnya.
    • Hak untuk ditaati dan ketidakbolehan untuk menyakiti hatinya adalah sama antara kedua orang tua.
    • Anak-anak harus memerhatikan kondisi ibu lebih dari ayahnya sebagaimana di dalam hadis disebutkan, bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu.


    SOAL 1430: Suami saya dengan meninggalkan dua orang anak telah gugur sebagai syahid. Saudara dan ibu suami saya telah mengambil-alih pengasuhan dua anak saya tersebut. Sebagaimana mereka juga mengambil semua perlengkapan dan harta hak milik anak saya serta tidak mau untuk menyerahkannya kepada saya. Dengan memerhatikan, bahwa saya demi mereka sampai sekarang tidak menikah (lagi) dan tidak akan menikah (lagi) siapakah yang memiliki hak untuk mengawas dan mengurus harta mereka?
    JAWAB: Mengasuh anak yatim hingga mencapai usia taklif adalah hak seorang ibu. Namun hak perwalian atas harta milik mereka dimiliki oleh pengasuh syar’i mereka. Dan jika tidak ada, maka hakim syar’ilah yang berhak dan berkewajiban untuk menjadi pengasuh atasnya. Adapun nenek dan paman anak-anak tidak memiliki hak perwalian atas harta mereka, sebagaimana mereka tidak memiliki hak untuk mengasuh mereka.

    SOAL 1431: Sebagian dari para wali anak-anak kecil yang belum balig, mencegah ibu dan anak-anak mereka yang berada di bawah asuhannya untuk memanfaatkan warisan peninggalan ayah mereka -seperti rumah dan perabotnya- setelah sang ibu nikah (lagi). Apakah ada pembenaran di dalam syariat yang membolehkan sang ibu untuk menuntut warisan anak-anaknya agar diberikan kepadanya yang sekarang memiliki hak asuh mereka?
    JAWAB: Segala apa yang dilakukan oleh seorang wali syar’i haruslah dengan memerhatikan kemasalahatan dan manfaat anak-anak asuhnya. Yang memiliki otoritas untuk mengindentifikasi hal itu hanyalah wali syar’i itu sendiri. Namun bila terjadi penyimpangan dan perselisihan, maka hendaklah diajukan kepada hakim syar’i.

    SOAL 1432: Apakah perniagaan dengan harta anak-anak kecil yang belum balig yang dilakukan oleh walinya dengan tujuan agar mendapatkan keuntungan untuk mereka, sah hukumnya?
    JAWAB: Jika hal itu dilakukan dengan memerhatikan kemaslahatan dan manfaat anak-anak asuhannya, maka hal itu tidak bermasalah.

    SOAL 1433: Siapakah yang memiliki hak perwalian dan mengasuh anak-anak kecil yang belum balig antara kakek, paman saudara ayah, paman saudara ibu dan istri?
    JAWAB: Hak perwalian atas anak-anak yatim dan harta mereka merupakan hak kakek dari ayah mereka. Hak mengasuh anak merupakan hak ibunya. Adapun paman saudara ayah dan saudara ibu tidak memiliki hak perwalian dan mengasuh.

    SOAL 1434: Bolehkah harta anak yatim dengan izin kejaksaan diserahkan kepada ibu sebagai imbalan atas penerimaannya untuk mengasuhnya, sehingga kakek dari ayah hanya bertindak sebagai pengawas saja dan tidak memiliki hak untuk ikut campur secara langsung?
    JAWAB: Penyerahan itu jika dilakukan tanpa restu dari sang kakek, sebagai wali syar’i anak-anak kecil yang belum balig tersebut tidaklah benar, kecuali jika keberadaan harta milik mereka di tangan kakek akan merugikan mereka, maka hakim syar’i berkewajiban untuk mencabut hak sang kakek dan mengangkat orang lain yang lebih layak untuk hal itu, baik ibunya atau selainnya.

    SOAL 1435: Apakah bagi wali anak-anak kecil ada kewajiban untuk menuntut diyat yang merupakan hak mereka? Dan apakah wajib baginya untuk mempergunakan uang tersebut di dalam perniagaan atau penanaman modal di bank, sehingga menghasilkan laba dan keuntungan untuk mereka?
    JAWAB: Wali anak-anak kecil berkewajiban untuk menuntut diyat yang diakibatkan oleh tindakan kriminal dari pelakunya, untuk disimpan hingga mereka menginjak usia balig. Namun dia tidak berkewajiban untuk menjadikannya sebagai modal usaha atau deposito di bank. Jika ia melakukan hal itu demi kemaslahatan dan manfaat bagi anak-anak asuhnya, maka hal itu tidak bermasalah.

    SOAL 1436: Jika salah seorang dari anggota sebuah perusahaan meninggal dunia dan ahli warisnya adalah anak-anak kecil yang belum balig. Kemudian mereka (ahli waris) menjalin hubungan kerja dengan anggota lain. Apa tugas anggota perusahaan yang lain atas harta mereka?
    JAWAB: Merke wajib menyerahkan saham anak-anak kecil yang belum balig tersebut kepada wali atau hakim syar’inya.

    SOAL 1437: Apakah seluruh harta milik anak-anak yatim yang merupakan peninggalan ayah mereka wajib diserahkan kepada kakeknya, karena dialah yang memiliki hak perwalian atas mereka? Kalau memang wajib, sementara mereka masih sedang belajar di bangku sekolah dan tidak memiliki penghasilan, maka dari mana mereka akan menutupi kebutuhan keseharian ibu dan diri mereka? Begitu juga di manakah mereka dan ibu mereka akan tinggal?
    JAWAB: Hak perwalian itu tidak meniscayakan keharusan untuk diserahkan seluruh harta mereka kepada kakek mereka agar disimpan hingga mereka menginjak usia dewasa serta mencegah mereka untuk mempergunakannya. Namun hal itu mengharuskan adanya pengawasan terhadap penggunaan uang milik mereka dan kakeklah yang bertanggung jawab atas penggunaannya. Oleh karena itu, setiap penggunaan uang tersebut harus dengan restunya. Dan ia pun berkewajiban untuk memberikan kepada mereka sesuai kebutuhan. Bahkan bila ia melihat, bahwa sebaiknya uang itu diserahkan kepada ibu mereka, maka hal itu boleh ia lakukan.

    SOAL 1438: Sampai berapakah seorang ayah dapat mempergunakan uang anaknya yang sudah balig, dewasa, berakal sempurna dan mandiri? Jika ia tidak boleh melakukan hal itu, apakah ia berkewajiban untuk bertanggung jawab atas (setiap kerugian yang menimpa)nya?
    JAWAB: Seorang ayah tidak boleh mempergunakan uang milik anaknya yang sudah balig, dewasa dan berakal sempurna, kecuali dengan izin dan restunya. Jika ia melakukan hal itu tanpa izin dan restunya, maka dia telah melakukan sesuatu yang haram dan bertanggung jawab atasnya, kecuali dalam hal-hal yang diperkecualikan.

    SOAL 1439: Ada seorang Mukmin yang memiliki hak asuh dan mengurus saudara-saudaranya yang yatim dan harta mereka. Dengan harta itu ia membeli sebidang tanah tanpa akta kepemilikan dengan tujuan, nanti hal itu akan dibuatkan dan dapat dijual dengan harga yang lebih mahal, sehingga ada keuntungan untuk anak-anak asuhnya. Sekarang dia khawatir tanah tersebut diaku oleh orang lain atau digunakan oleh orang lain. Sementara jika ia menjualnya sekarang, maka ia tidak bisa menjualnya dengan harga saat ia beli. Pertanyaannya adalah, jika ia menjualnya sekarang dengan harga yang lebih murah atau ada orang yang mengambil tanah tersebut dan mengakunya, apakah ia wajib menanggung kerugian tersebut?
    JAWAB: Jika ia memang seorang pengasuh syar’i bagi mereka dan membeli tanah tersebut demi kemaslahatan dan manfaat bagi mereka, maka dia tidak memiliki kewajiban apa-apa. Namun, jika dia bukan wali (pengasuh) mereka, maka jual-beli yang dilakukannya itu adalah jual-beli fudhuli yang keabsahannya bergantung pada zin dan restu hakim syar’i atau mereka sendiri setelah menginjak usia dewasa. Dia pun bertanggung jawab atas setiap kerugian yang menimpa harta anak-anak yatim itu.

    SOAL 1440: Bolehkah seorang ayah meminjam uang anaknya atau meminjamkannya kepada orang lain?
    JAWAB: Jika ia lakukan dengan memerhatikan kemaslahatan dan manfaatnya, maka tidak bermasalah.

    SOAL 1441: Jika anak-anak kecil yang belum balig itu mendapat hadiah baju atau mainan, kemudian karena satu dan lain hal tidak dapat digunakan lagi, bolehkah si wali menyedekahkannya untuk orang lain?
    JAWAB: Wali anak-anak kecil yang belum balig boleh saja melakukan yang ia anggap baik, dengan memerhatikan kemaslahatan dan manfaat anak-anak asuhnya.
  • Syara-syarat Barang yang Diperjual-belikan
  • Syarat-syarat Akad (Kontrak Transaksi)
  • Barang-barang yang Diikutsertakan dalam Jual-beli (Tawabi’)
  • Serah Terima Barang dan Uang
  • Jual-beli Tunai dan Kredit
  • Jual-beli Salaf
  • Jual-beli Emas, Perak dan Uang
  • Berbagai Masalah Perniagaan
  • KHIYAR
  • RIBA
  • KEPEMILIKAN BERSAMA (SYUF’AH)
  • SEWA-MENYEWA
  • GADAI (RAHN)
  • PATUNGAN MODAL (SYIRKAH)
  • HIBAH
  • HUTANG-PIUTANG
  • SHULUH
  • AGENSI, PERWAKILAN DAN PENGACARA
  • SEDEKAH
  • PINJAMAN DAN PENITIPAN
  • WASIAT
  • GHASAB
  • MAHJUR DAN TANDA-TANDA BALIG
  • MUDHARABAH
  • PERBANKAN
  • Hadiah Bank
  • Bekerja di Bank
  • Hukum Cek dan Giro
  • ASURANSI
  • ASET NEGARA
  • Pegawai Negeri
  • WAKAF
  • Hukum-hukum Wakaf
  • Syarat-syarat Wakaf
  • Syarat-syarat Penanggung jawab Wakaf
  • Syarat-Syarat Barang Yang Diwakafkan
  • Syarat-Syarat Penerima Wakaf
  • Sigat (pernyataan) Wakaf
  • Menjual Barang Wakaf dan Mengubahnya
  • KUBURAN
700 /