Situs Media Informasi Kantor Imam Ali Khamenei
Terima:

Ajwibatul Istiftaat

  • TAQLID
  • THAHÂRAH (KESUCIAN)
  • SHALAT
  • PUASA
  • KHUMUS
  • JIHAD
  • AMAR MA'RUF & NAHI MUNKAR
  • MEMPERDAGANGKAN BENDA-BENDA NAJIS
  • MASALAH LAIN-LAIN SEPUTAR MATA PENCAHARIAN
  • MENGAMBIL UPAH DARI PERBUATAN YANG WAJIB
  • CATUR
  • ALAT-ALAT JUDI
  • MUSIK DAN NYANYIAN
  • TARIAN
  • APLAUS (TEPUK TANGAN)
  • GAMBAR (FOTO) DAN FILM
  • PARABOLA
  • DRAMA DAN BIOSKOP
  • MELUKIS DAN MEMAHAT
  • SIHIR, SULAP, MENDATANGKAN ROH DAN JIN
  • UNDIAN DAN SAYEMBARA
  • SUAP
  • Hukum-hukum Kedokteran
  • ETIKA BELAJAR DAN MENGAJAR
  • HAK CIPTA
  • TRANSAKSI DENGAN NON-MUSLIM
  • BEKERJA DI NEGARA ZALIM
  • BUSANA
  • MENIRU NON MUSLIM DAN MENYEBARKAN BUDAYA MEREKA
  • BERHIJRAH
  • ROKOK DAN NARKOTIKA
  • JENGGOT DAN KUMIS
  • BERADA DI LOKASI DAN TEMPAT MAKSIAT
  • JIMAT DAN ISTIKHARAH
  • MENGHIDUPKAN ACARA KEAGAMAAN
  • Jual-beli Fudhuli
  • Para Pemilik dan Hak Menjual
  • Syara-syarat Barang yang Diperjual-belikan
  • Syarat-syarat Akad (Kontrak Transaksi)
  • Barang-barang yang Diikutsertakan dalam Jual-beli (Tawabi’)
  • Serah Terima Barang dan Uang
  • Jual-beli Tunai dan Kredit
  • Jual-beli Salaf
  • Jual-beli Emas, Perak dan Uang
  • Berbagai Masalah Perniagaan
  • KHIYAR
  • RIBA
  • KEPEMILIKAN BERSAMA (SYUF’AH)
  • SEWA-MENYEWA
  • GADAI (RAHN)
  • PATUNGAN MODAL (SYIRKAH)
  • HIBAH
  • HUTANG-PIUTANG
  • SHULUH
  • AGENSI, PERWAKILAN DAN PENGACARA
  • SEDEKAH
  • PINJAMAN DAN PENITIPAN
  • WASIAT
    Berkas yang Dicetak  ;  PDF

    WASIAT

    SOAL 1718: Sebagian para syuhada berwasiat, agar 1/3 harta peninggalannya digunakan untuk kepentingan “perang suci” saat ini di mana perang sudah selesai sehingga objek penerapannya tidak ada lagi. Apa hukum wasiat tersebut?
    JAWAB: Di saat objek penerapan wasiat sudah tidak ada lagi, maka harta yang diwasiatkan menjadi hak milik ahli waris. Namun sesuai dengan prinsip kehati-hatian, dianjurkan agar -dengan izin dan kerelaan ahli waris- harta tersebut dialokasikan untuk dana kebaikan lainnya.

    SOAL 1719: Saudara saya berwasiat agar 1/3 harta peninggalannya diberikan kepada para pengungsi perang desa tertentu. Saat ini sudah tidak ditemukan lagi pengungsi perang di tempat tersebut. Apa tugas kami?
    JAWAB: Jika dapat dipastikan, bahwa maksud saudara Anda dengan para pengungsi desa tersebut adalah yang sedang mengungsi di desa tersebut dari para korban perang, dan saat ini sudah tidak ada lagi, maka harta yang diwasiatkan menjadi milik ahli waris, namun, jika yang ia maksudkan adalah diberikan kepada para korban perang yang pernah mengungsi di desa itu, maka haruslah kepada mereka, walaupun saat ini mereka sudah tinggal di tempat lain.

    SOAL 1720: Bolehkah seseorang mewasiatkan agar setengah harta peninggalannya digunakan untuk pembiayaan majelis duka dan majelis khataman al-Quran? Ataukah hal itu tidak boleh sebab Islam telah menentukan jumlah maksimal untuk wasiat?
    JAWAB: Mewasiatkan harta peninggalan untuk biaya majelis duka sang almarhum, pemilik wasiat tidak bermaslaah. Namun, wasiat tersebut hanya berlaku pada 1/3 harta peninggalannya, adapun selebihnya bergantung pada izin dan kerelaan ahli waris.

    SOAL 1721: Apakah berwasiat itu hukumnya wajib, sehingga jika tidak dilakukan berarti telah melakukan sebuah pelanggaran atau maksiat?
    JAWAB: Jika ia memiliki titipan dan tanggungan yang berhubungan dengan hak-hak sesama atau hak Allah Swt yang selama hidupnya belum sempat ia laksanakan, maka ia wajib berwasiat, namun, jika tidak demikian, maka tidaklah wajib.

    SOAL 1722: Seseroang mewasiatkan kurang dari sepertiga hartanya kepada istrinya. Anak laki-laki tertuanya ia angkat sebagai penerima wasiat, namun ahli waris lain menentang hal itu. Apa tugasnya?
    JAWAB: Jika wasiat sepertiga atau kurang dari seluruh harta yang ditinggalkan, maka tidak ada alasan bagi ahli waris untuk menolaknya. Mereka harus melaksanakan sesuai yang diwasiatkan.

    SOAL 1723: Jika ahli waris mengingkari adanya wasiat secara mutlak, apa tugas kita?
    JAWAB: Yang mendakwakan adanya wasiat haruslah membuktikannya dengan cara yang ditetapkan secara syar’i. Jika telah terbukti dan wasiat berhubungan dengan seperti harta atau kurang darinya, maka ahli waris berkewajiban mengamalkan hal itu dan tidak ada hak untuk menolaknya.

    SOAL 1724: Seseorang berwasiat di hadapan beberapa orang yang dapat dipercaya, di antaranya salah seorang anak laki-lakinya, agar diperkecualikan dari harta peninggalannya sebelum dibagi kepada ahli waris untuk digunakan dalam menyelesaikan berbagai kewajiban fisikal seperti salat, puasa dan haji dan kewajiban finansial seperti zakat, khumus dan kafarah. Namun, sebagian ahli waris menolak hal itu dan menginginkan agar seluruh hartanya tanpa perkecualian dibagi kepada ahli waris. Apa solusi atas masalah ini?
    JAWAB: Steleah terbukti adanya wasiat atas hal itu dengan cara-cara pembuktian syar’i atau dengan pengakuan ahli waris, maka selama yang diwasiatkan tidak lebih dari sepertiga harta peninggalan, maka mereka tidak berhak untuk melakukan hal itu. Namun, mereka berkewajiban mengamalkan sesuai yang diwasiatkan dalam kewajiban fisikal dan finansial almarhum. Bahkan, jika terbukti secara syar’i atau dengan pengakuan ahli waris, bahwa almarhum memiliki tanggungan hutang harta yang berhubungan dengan sesama atau Tuhan seperti khumus, zakat dan kafarah atau fisikal dan finansial seperti haji, maka ahli waris berkewajiban untuk menyelesaikan tanggungan tersebut dari harta peninggalannya. Setelah itu baru dibagi-bagikan kepada ahli waris, sekalipun tidak ada wasiat atas hal itu.

    SOAL 1725: Seseorang yang memiliki tanah pertanian seluas tertentu, berwasiat agar mempergunakannya untuk kepentingan renovasi sebuah mesjid. Namun, ahli warisnya menjual tanh tersebut. Apakah wasiat almarhum itu berlaku ataukah ahli waris berhak untuk menjualnya?
    JAWAB:Jika isi wasiat itu menyebutkan, bahwa tanah pertanian agar dijual dan hasil penjualan dipergunakan untuk merenovasi sebuah mesjid dan hal itu tidak melebihi sepertiga sari seluruh harta peninggalan, maka wasiat tersebut sah dan berlaku atasnya hal itu. Penjualan tanah yang dilakukan oleh ahli waris tidaklah bermasalah. Namun, jika yang dimaksudkan oleh isi wasiat, hendaknya hasil bumi dari tanah tersebut digunakan untuk biaya renovasi mesjid, maka ahli waris tidak berhak untuk menjual tanah tersebut.

    SOAL 1726: Seseorang berwasiat agar dari sebidang tanah yang ia miliki dipergunakan untuk menyewa orang agar melaksanakan salat dan puasa kadanya serta untuk urusan kebaikan. Bolehkah menjual tanah tersebut, ataukah tanah tersebut dihukumi tanah wakaf?
    JAWAB:Selama tidak dipahami dari berbagai indikasi dan saksi, bahwa maksud wasiat tersebut adalah tanah itu tetap ada dan hasil darinya dipergunakan untuk keperluan seperti yang diwasiatkan, namun dipahami bahwa tanah itu sendiri dipergunakan untuk keperluan yang diwasiatkan, maka tanah tersebut tidak menjadi tanah wakaf. Hanya saja jika hasil penjualan tidak melebihi 1/3 dari harta peninggalan, maka menjual dan mempergunakannya sesuai dengan yang diwasiatkan tidaklah bermasalah.

    SOAL 1727: Bolehkah sejumlah uang disisihkan sebagai sepertiga harta peninggalan atau diserahkan kepada orang lain sebagai titipan, sehingga setelah meninggal dunia dapat dipergunakan untuk keperluannya sendiri?
    JAWAB:Hal itu boleh dengan syarat setelah kematiannya masih ada dua kali lipat dari uang tersebut untuk ahli warisnya.

    SOAL 1728: Seseorang berwasiat kepada ayahnya untuk menyewa orang guna melakukan salat dan puasa kada selama beberapa bulan. Saat ini orang tersebut hilang jejaknya. Wajibkah ayahnya menyewa orang untuk melakukan hal itu?
    JAWAB:Selama belum deketahui secara pasti atau belum terbukti dengan salah satu cara yang diterima dalam agama, bahwa orang tersebut sudah meninggal, maka tidak sah hukumnya menyewa seseorang untuk melaksanakan salat dan puasa kada baginya.

    SOAL 1729: Ayah saya berwasiat agar 1/3 tanahnya dipergunakan untuk membangun mesjid. Namun, karena sudah ada dua mesjid dan ada kebutuhan mendesak akan sekolah, bolehkah membangun sekolah sebagai ganti mesjid.
    JAWAB:Mengubah wasiat dengan membangun sekolah sebagai ganti mesjid tidaklah boleh. Namun, jika maksud darinya adalah membangun mesjid dan bukan membangun mesjid di tanah tersebut, maka tanah tersebut bisa dijual untuk membangun mesjid di tempat lain yang membutuhkan.

    SOAL 1730: Bolehkah seseorang berwasiat agar jasadnya setelah meninggal dunia diserahkan kepada mahasiswa kedokteran untuk pendidikan dan penelitian demi kemajuan patologi dan forensik? Ataukah hal itu tidak diperbolehkan karena dianggap sebagai perbuatan “mutslah” (baca; menyincang mayat) yang diharamkan di dalam agama?
    JAWAB:Yang diharamkan di dalam agama yang disebut dengan “mutslah” bukanlah dalam rangka tujuan di atas, atau sejenisnya yang akan menghasilkan kemaslahatan penting dalam ilmu bedah dan anatomi mayat. Oleh karena itu, dengan syarat menjaga kehormatan jenazah -yang merupakan sebuah aksioma- tidaklah bermasalah melakukan pembedahan atasnya.

    SOAL 1731: Jika seseorang berwasiat agar setelah kematiannya sebagaian anggota tubuhnya dihadiahkan ke rumah sakit atau seseorang (yang memebutuhkan). Bolehkah wasiat seperti ini dan wajibkah diamalkan?
    JAWAB:Keabsahan wasiat semacam ini, dengan mencangkok sebagian tubuh setelah kematian, selama tidak dianggap sebagai perbuatan “menginjak-injak kehormatan” maka tidaklah bermasalah dan wajib untuk diamalkan.

    SOAL 1732: Jika ahli waris merelakan wasiat yang lebih dari 1/3 harta peninggalan di saat sang pelaku wasiat masih hidup, cukupkah hal itu untuk menghukumi keabsahannya? Jika memang dianggap cukup, bolehkah mereka berubah pikiran dan tidak merelakan hal itu setelah kematian pelaku wasiat?
    JAWAB:Persetujuan dan kerelaan ahli waris di saat pelaku wasiat masih hidup atas kelebihan dari 1/3 harta cukup untuk menyatakan keabsahan wasiat. Mereka tidak memiliki hak untuk berubah dan membatalkan kerelaan mereka setelah itu.

    SOAL 1733: Salah seorang syahid korban perang berwasiat agar setelah kematiannya, ahli waris menyewa orang untuk mengganti salat dan puasanya yang ditinggalkan. Namun, ia tidak memiliki harta peninggalan, kecuali sebuah rumah dan perabotnya yang jika dijual akan menyebabkan anak-anaknya yang masih kecil berada di dalam kesulitan. Apa tugas ahli warisnya berkenaan dengan wasiat tersebut?
    JAWAB:Jika syahid yang mulia tersebut memang tidak memiliki harta peninggalan, wasiatnya tidak wajib untuk diamalkan. Berkenaan dengan salat dan puasa yang ditinggalkannya wajib diganti oleh anak laki-laki tertuanya setelah ia menginjak usia balig. Namun, jika almarhum memiliki harta peninggalan, maka wajib hukumnya 1/3 dari harta peninggalannya dipergunakan untuk melaksanakan wasiatnya. Adanya kesulitan yang diahadpai oleh ahli waris dan kebutuhan mereka pada harta peninggalannya tersebut bukanlah alasan yang dibenarkan di dalam agama untuk tidak mengamalkan wasiatnya.

    SOAL 1734: Apakah keberadaan orang yang akan menerima wasiat adalah syarat untuk keabsahan sebuah wasiat atas harta?
    JAWAB:Ya, keberadaan yang akan menerima wasiat adalah merupakan syarat dalam keabsahan wasiat kepemilikan, sekalipun ia masih berupa janin yang ada di dalam perut ibunya, bahkan sekalipun belum bernyawa. Yang penting ia lahir dalam keadaan hidup.

    SOAL 1735: Seorang pelaku wasiat di dalam wasiat tertulisnya, mengangkat seseorang sebagai penerima wasiat yang akan melaksanakan wasiatnya dan seorang lagi sebagai nadzir (pengawas) akan hal itu namun ia tidak menjelaskan hak dan tugas sang pengawas, apakah ia hanya bertugas untuk sekadar memantau pelaksanaan wasiat, sehingga penerima wasiat tidak melanggar isi wasiat ataukah ia juga berhak untuk memberikan pendapat dan kebijakan yang harus diikuti. Sebenarnya, apa saja tugas dan wewenang pengawas dalam hal ini?
    JAWAB:Dengan asumsi bahwa wasiat disebutkan secara mutlak tanpa adanya kejelasan yang terperinci, maka penerima wasiat tidaklah wajib untuk bermusayawarah dengan pengawas setiap akan melakukan sesuatu, walaupun itu lebih baik sesuai dengan prinsip kehati-kehatian. Dengan demikian, pengawas hanya memiliki wewenang untuk memantau apa yang dilakukan oleh penerima wasiat.

    SOAL 1736: Seseorang menjadikan anak laki-laki tertuanya sebagai penerima wasiatnya dan kami sebagai pengawas. Setelah itu, orang tersebut wafat. Tak lama kemudian anak penerima wasiat itu pun wafat. Hanyalah kami saat ini yang bertanggungjwab untuk melaksanakan wasiat almarhum. Namun karena kondisi khusus yang kami alamai saat ini menyebabkan kami tidak mampu untuk melaksanakan wasiat almarhum, bolehkah kami menyerahkan 1/3 harta peninggalan almarhum kepada dinas sosial untuk kemudian dialokasikan sebagai dana kebaikan dan kemanusiaan untuk yang membutuhkan yang saat ini ditangani oleh dinas sosial tersebut?
    JAWAB:Pengawas tidak berhak untuk melaksanakan wasiat almarhum, sekalipun penerima wasiat yang seharusnya melaksanakan wasiatnya meninggal dunia sebelum melaksakannya, kecuali dia (penerima wasiat) menjadikannya (sang nadzir) sebagai penerima wasiatnya yang bertugas untuk melaksanakan wasiat ayahnya yang belum terlaksana. Jika tidak demikian, maka pengawas wajib untuk mengadukan masalah tersebut ke hakim syar’i, sehingga ia menunjuk seseorang untuk mengamalkan wasiat almarhum. Secara umum mengubah dan mengganti wasiat pada hal lain tidaklah diperbolehkan.

    SOAL 1737: Jika seseorang berwasiat agar sejumlah hartanya digunakan untuk (biaya menyewa orang agar) membaca al-Quran di Kota Najaf yang mulia atau uang tersebut diwakafkan untuk pekerjaan tersebut. Sementara saat ini penanggung jawab wasiat atau wakaf tidak dapat melakukan hal itu, di mana dia belum bisa untuk mengirim uang tersebut agar menyewa seseorang yang melaksanakan hal itu. Apa tugas yang harsus dilakukan?
    JAWAB:Mengamalkan wasiat tersebut adalah wajib hukumnya, jika uang tersebut dapat digunakan sebagai biaya membaca al-Quran di Najaf, sekalipun pada masa yang akan datang.

    SOAL 1738: Ibu saya sebelum wafat berwasiat agar emas-emas peninggalannya digunakan untuk urusan kebaikan (sedekah) setiap malam Jumat. Sampai saat ini saya melakukan hal itu. Namun saat saya pergi ke luar negeri, di mana kemungkinan besar penduduknya non-Muslim, apa tugas saya?
    JAWAB:Selama tidak dapat dipastikan, bahwa maksud dari ibu Anda adalah umum, baik Muslim atau non-Muslim, maka wajib hukumnya hanya dipergunakan untuk hal-hal kebaikan dan kemanusian kaum Muslim saja, sekalipun untuk melaksanakan hal itu Anda harus menitipkan kepada orang jujur yang dapat dipercaya agar membagikannya kepada yang berhak dari kalangan kaum Muslim.

    SOAL 1739: Seseorang mewasiatkan agar sebagian tanah miliknya dijual pada bulan Muharam dan uangnya dipergunakan membiayai majelis-majelis duka Imam Husain as dan urusan kebaikan lainnya. Namun, karena menjual tanah tersebut kepada orang lain selain ahli waris akan menimbulkan berbagai problem, karena tanahnya menjadi satu dengan yang lainnya dari hak ahli waris, sementara ahli waris tidak bisa membelinya, kecuali dengan cara menyicil (mengangsur). Bolehkah ahli waris membeli tanah tersebut dengan cara menyicil (mengangsur), di mana setiap tahun uang hasil cicilannya digunakan untuk membiayai majelis duka Imam Husain as seperti yang diwasiatkan dan semua hal itu dilakukan dengan pengawasan nadzir dan orang yang diangkat sebagai penanggung jawab wasiat?
    JAWAB:Pada dasarnya pembelian tanah tersebut oleh ahli waris tidaklah bermasalah. Begitu pula membelinya dengan menyicil (mengangsur) dengan harga yang wajar juga tidak bermasalah, selama tidak dapat dipastikan, bahwa maksud almarhum dari wasiatnya untuk membiayai majelis Imam Husain as pada tahun pertama setelah kematiannya secara sekaligus. Selain itu, pengawas dan penanggung jawab wasiat haruslah menganggap hal itu sebagai sebuah kemaslahatan, dengan memerhatikan agar cicilan tidak sampai menyebabkan pelakunya dianggap telah menganggap remeh dan mengabaikan pelaksanaan wasiat.

    SOAL 1740: Seseorang sedang sakit di rumah sakit dengan sakit yang berakhir dengan kematiannya. Pada saat itu ia berwasiat kepada dua orang dan mengangkat salah seorang dari keduanya sebagai penanggung jawab wasiat dan yang satu lagi sebagai wakil. Namun setelah itu, ia berubah pikiran dan membatalkan apa yang ia lakukan sebelumnya. Penanggung jawab wasiat dan wakilnya pun mengetahui hal itu. Saat ini ia menuliskan wasiat lain dan mengangkat salah seorang dari keluarganya yang sedang tidak ada di tempat sebagai penanggung jawab wasiat (baru)nya.
    a. Apakah wasiat pertama berstatus sah dan berlaku seperti semula, setelah ia membatalkannya?
    b. Jika wasiat kedua yang dianggap sah dan orang yang sedang tidak ada di tempat itu sebagai penanggung jawabnya, jika penanggung jawab wasiat pertama dan wakilnya dengan menyandarkan pada wasiat pertama mengamalkan isi wasiat pertama, apakah ia dianggap telah melakukan pelanggaran dan harus mengganti uang almarhum yang telah dia infakkan dan menyerahkannya kepada penanggung jawab wasiat kedua?
    JAWAB:Setelah almarhum membatalkan wasiat pertama dan mencopot penanggung jawab wasiat tersebut di masa hidupnya, maka penanggung jawab pertama setelah ia mengetahui akan pencopotan dirinya tidak berhak lagi untuk melakukan sesuatu dengan menyandarkan pekerjaannya pada wasiat pertama. Jika ia melakukan hal itu, maka semua apa yang ia lakukan adalah fudhuli hukumnya dan bergantung pada izin dan kerelaan penanggung jawab wasiat kedua. Jika dia (penanggung jawab kedua) tidak mengizinkan dan merelakan hal itu, maka ia wajib untuk menanggung dan menggantinya.

    SOAL 1741: Seseorang berwasiat agar salah satu properti miliknya diberikan kepada salah seorang anaknya. Dua tahun kemudian ia berubah pikiran dan mengubah wasiatnya itu. Apakah mengubah satu wasiat pada yang lain sah dan benar hukumnya?
    Jika ia dalam keadaan sakit dan butuh pada pengawasan, apakah tanggung jawab menjaga dan mengawasi hanya ada pada pundak penerima dan penanggung jawab wasiatnya saja, yaitu anak laki-laki tertuanya? Ataukah semua anak-anaknya memiliki tanggung jawab yang sama?
    JAWAB:Seorang yang berwasiat boleh saja mengubah wasiatnya selama ia belum meninggal dunia dan berada dalam kesadaran yang sempurna (tidak gila) dan yang berlaku dan sah adalah wasiat yang kedua (terakhir). Menjaga dan mengawasi ayah yang sedang sakit, bila ia tidak mampu untuk membiayai seorang perawat khusus, maka seluruh anaknya yang bisa menjaga dan mengawasinya memiliki tanggung jawab yang sama. Tanggung jawab bukanlah hanya dimiliki oleh anak laki-laki tertuanya yang menjadi penanggung jawab wasiat ayahnya.

    SOAL 1742: Seorang ayah berwasiat agar sepertiga harta peninggalannya merupakan hak miliknya. Setelah disisihkan seluruh harta dibagi di antara ahli waris. Bolehkah kami menjual sepertiga harta tersebut untuk melaksanakan wasiat-wasiat ayah kami?
    JAWAB:Jika dia berwasiat agar sepertiga hartanya dijadikan sebagai biaya untuk melaksanakan wasiat-wasiatnya, maka menjual barang tersebut setelah memisahkannya dari harta milik ahli waris dan menggunakan uang hasil penjualan untuk merealisasikan wasiat-wasiatnya tidaklah bermasalah. Namun, jika dia berwasiat agar hasil dari sepertiga hartanya dijadikan sebagai biaya untuk merealisasikan wasiat-wasiatnya, maka barang yang merupakan sepertiga hartanya tersebut tidak boleh dijual, sekalipun untuk biaya merealisasikan wasiat-wasiatnya.

    SOAL 1743: Seseorang yang berwasiat mengangkat seorang penerima dan penanggung jawab wasiatnya dan seorang lagi sebagai pengawas. Namun, ia tidak menerangkan tentang tugas dan wewenang masing-masing. Begitu juga dia tidak menyinggung sepertiga hartanya dan unttuk apa digunakan.
    a. Dalam kasus ini apa tugas penerima dan penanggung jawab wasiat?
    b. Apakah dengan adanya wasiat dan pengangkatan seorang penerima dan penanggung jawab wasiat cukup untuk mewajibkannya menyisihkan sepertiga hartanya untuk melaksanakan wasiat almarhum?
    JAWAB:Jika maksud almarhum dapat dipahami demikian dari berbagai indikasi, saksi atau preseden yang berlaku, maka penerima dan penanggung jawab mengamalkan hal itu sesuai yang dia pahami. Namun, jika tidak dapat dipahami demikian karena memang isi wasiat sangat ambigu (mendua), maka wasiat tersebut batal hukumnya dan dianggap tidak ada.

    SOAL 1744: Seseorang berwasiat demikian: “Seluruh kain milikku, baik yang terjahit atau tidak dan barang-barang lainnya adalah milik istriku.” Pertanyaannya, apakah maksud dari kata “barang-barang lainnya” adalah semua harta yang dapat dipindahkan hak kepemilikannya? Ataukah hanya terbatas barang-barang yang lebih kecil (lebih murah) dari kain dan baju, seperti sepatu dan sejenisnya?
    JAWAB:Selama maksud dari kata tersebut tidak dipahami dengan jelas dan dari indikasi-indikasi luar tidak dapat dipahami juga, maka kata tersebut tidak dapat dilaksanakan karena ketidakjelasannya. Untuk memilih salah satu dari kemungkinan yang ada hendaknya dilakukan dengan izin dan kerelaan ahli waris.

    SOAL 1745: Seorang wanita berwasiat agar sepertiga dari peninggalannya digunakan untuk biaya mengkada salatnya selama 8 tahun. Adapun sisinya untuk mengembalikan hak-hak orang yang ia zalimi, tanggungan khumus dan amal kebaikan. Namun, dikarenakan saat pelaksanaan wasiat bertepatan dengan masa perang yang membutuhkan biaya lebih dari yang lain, di sisi lain penanggung jawab wasiat memiliki keyakinan, bahwa sebenarnya almarhumah tidak memiliki tanggungan satu salat apa pun. Oleh karena itu, ia hanya menyewa orang untuk melakukan salat kada selama dua tahun dan sisa uangnya dia alokasikan untuk khumus dan mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi dan dana perang. Apakah penanggung jawab wasiat masih memiliki kewajiban yang belum dilaksanakan?
    JAWAB:Merupakan sebuah kewajiban bagi penanggung jawab wasiat untuk mengamalkan sesuai dengan wasiat almarhumah dan tidak boleh ia meninggalkan dan mengabaikannya sekalipun pada sebagiannya. Oleh karena itu, sejumlah uang yang digunakan tidak sesuai dengan wasiat, dia berkewajiban untuk menggantinya dan melakukan sesuai dengan wasiat.

    SOAL 1746: Seseorang berwasiat kepada dua orang rekannya agar mengamalkan sesuai apa yang tertulis dalam surat wasiatnya. Pada poin ketiga disebutkan bahwa seluruh kekayaannya, baik yang bergerak atau tidak, tunai atau piutang pada orang lain setelah dikumpulkan digunakan untuk membayar segala hutang almarhum. Pada poin 4, 5 dan 6 dijelaskan tentang kegunaan sepertiga dari harta peninggalan yang telah dipisahkan. Sebagaimana juga dijelaskan, bahwa setelah berlalu 17 tahun hendaknya sisa dari 1/3 tersebut diberikan kepada ahli warsi yang fakir dan miskin. Namun, dua orang penanggung jawab wasiat tersebut sampai saat ini belum bisa memisahkan sepertiga harta tersebut dan menggunakannya sesuai yang disebutkan di atas, sementara ahli waris mengaku, bahwa surat wasiat tidak berlaku lagi setelah masa itu (17 tahun) berlalu dan mereka pun tidak lagi memiliki hak untuk ikut campur dalam harta peninggalan amarhum. Apa hukum masalah ini? Dan apa tugas dua orang penanggung jawab wasiat tersebut?
    JAWAB:Wasiat dan pengangkatan penanggung jawab wasiat tidak akan batal dan berakhir dengan adanya penundaan di dalam merealisasikan isi wasiat tersebut. Oleh karena itu, keduanya berkewajiban untuk mengamalkan sesuai yang diwasiatkan kepadanya, selama tidak disebutkan masa tertentu yang menunjukkan berapa lama keduanya diangkat menjadi penanggung jawab wasiat. Ahli waris tidak berhak untuk ikut campur dan menghalangi penanggung jawab wasiat dalam mengamalkan isi wasiat.

    SOAL 1747: Enam bulan setelah dilakukan pembagian harta warisan kepada seluruh ahli waris dan setelah dibuatkan surat kepemilikan atas nama masing-masing mereka, salah seorang ahli waris mengaku, bahwa almarhum berwasiat kepadanya secara lisan saja (tanpa adanya tulisan) agar sebagian dari rumah peninggalan diberikan kepada salah seorang anak laki almarhum. Sebagian ahli waris wanita memberikan kesaksian atas hal itu. Apakah pengakuan ini bisa diterima, walaupun telah berlalu masa seperti disebut di atas?
    JAWAB:Berlalunya masa dan selesainya seluruh proses administrasi dan biroksari tidaklah mencegah diterimanya sebuah pengakuan atas sebuah wasiat, selama dapat dibuktikan dengan bukti-bukti yang dapat diterima secara syar’i. Oleh karena itu, jika orang tersebut berhasil membuktikan apa yang ia katakan dengan bukti-bukti yang dapat diterima secara syar’i, maka wajiblah dilakukan sesuai dengan isi wasiat tersebut. Jika tidak, maka bagi mereka yang telah menerima dan mengaku akan kebenaran keberadaan wasiat tersebu, wajib baginya untuk melaksanakannya sesuai kadar masing-masing.

    SOAL 1748: Seseorang berwasiat kepada dua orang agar sebidang tanahnya dijual dan dengan hasil penjualannya hendaknya mereka berdua melakukan ibadah haji atas namanya. Kemudian ada orang ketiga yang mengaku, bahwa ia telah melakukan ibadah haji atas nama almarhum tanpa mendapatkan izin dan kesepakatan dari penanggung jawab wasiat dan pengawas terlebih dahulu. Saat ini penanggung jawab wasiat pun sudah meninggal dunia dan yang hidup hanya si pengawas saja. Apakah pengawas berkewajiban untuk berangkat menunaikan ibadah haji atas nama almarhum dari hasil penjualan tanah tersebut? Ataukah ia harus membayar upah kepada orang yang telah mengaku menjalankan ibadah haji atas nama almarhum? Ataukah ia tidak berkewajiban apa-apa?
    JAWAB:Jika almarhum memiliki tanggungan wajib haji yang belum dilaksanakan dan dengan haji yang dilakukan oleh penggantinya, ia berkeinginan untuk membebaskan dirinya dari kewajiban tersebut, maka jika memang benar orang ketiga telah melaksanakan haji atas nama almarhum, maka hal itu sudah cukup, namun ia tidak berhak untuk meminta upah. Jika tidak demikian (artinya almarhum tidak memiliki tanggungan wajib haji, namun ia menginginkan agar dengan uang tersebut dia mengutus penanggung jawab dan pengawas untuk melaksanakan haji atas namanya sebagai haji sunah-peny.) maka mereka berdua wajib untuk mengamalkan hal itu dari uang hasil penjualan tanah tersebut dan bila penanggung jawab meninggal terlebih dahulu, maka pengawas berkewajiban untuk mengadukan masalah tersebut kepada hakim syar’i.

    SOAL 1749: Bolehkah ahli waris memaksa penerima dan penanggung jawab wasiat agar membayar sejumlah uang untuk melakukan salat dan puasa kada almarhum? Apa tugas penanggung jawab wasiat dalam hal ini?
    JAWAB:Mengamalkan dan merealisasikan isi wasiat adalah bagian dari tanggung jawab dan tugas penerima dan penanggung jawab wasiat dan haruslah ia mengamalkannya sesuai dengan kemaslahatan dan kebijakannya. Ahli waris tidak berhak untuk ikut campur dalam hal itu.

    SOAL 1750: Surat wasiat ikut terbakar atau hilang di saat si pembuat wasiat tewas akibat bom yan diledakkan di tanker minyak. Tak seorang pun tahu isi wasiat tersebut. Si penerima dan penanggung jawab wasiat tidak tahu apakah hanya dirinya yang diangkat menjadi penanggung jawab wasiat ataukah ada orang lain bersamanya. Apa tugas dia?
    JAWAB:Setelah wasiat sudah pasti diterima oleh penerima dan penanggung jawab wasiat, maka ia haruslah melakukan apa yang ia yakini sebagai bagian dari isi wasiat. Dia tidak perlu memerhatikan adanya kemungkinan ada penanggung jawab lain selain dirinya.

    SOAL 1751: Bolehkah seseorang mengangkat orang lain selain ahli waris sebagai penerima dan penanggung jawab wasiat? Adakah hak bagi seseorang untuk protes dan tidak setuju atas pilihannya?
    JAWAB:Memilih dan menentukan penerima dan penanggung jawab wasiat di antara orang-orang yang dipercaya dan layak untuk itu adalah hak pemberi wasiat. Tidak bermasalah jika ia memilih orang lain selain ahli waris dan ahli waris tidak berhak untuk memprotes dan tidak setuju atas pilihannya.

    SOAL 1752: Bolehkah sebagian ahli waris membelanjakan harta almarhum untuk menjamu tamu-tamu tanpa musyawarah dengan yang lain dan tanpa minta persetujuan penerima dan penanggung jawab wasiat?
    JAWAB:Jika yang ia lakukan dengan niat untuk mengamalkan wasiat almarhum, maka seharusnya yang berkewajiban untuk melakukan itu adalah penerima dan penanggung jawab wasiat. Mereka tidak berhak untuk melakukan hal itu tanpa persetujuannya. Namun, jika ia melakukan hal itu dengan niat akan diambil dari hak ahli waris, maka itu bergantung pada izin dan kerelaan ahli waris yang lain. Jika mereka tidak merelakannya, maka ia dihukumi telah melakukan gasab pada bagian hak milik ahli waris lainnya.

    SOAL 1753: Seorang pelaku wasiat menuliskan di dalam surat wasiatnya, bahwa si A adalah penerima dan penanggung jawab wasiat pertama dan si B kedua dan si C ketiga. Apakah ketiga-tiganya sebagai penerima dan penanggung jawab wasiatnya ataukah hanya yang pertama saja?
    JAWAB:Masalah seperti ini adalah sesuai dengan maksud dan niat yang berwasiat. Selama tidak dapat dipahami dari berbagai indikasi dan saksi, apakah ketiga-tiganya secara bersama-sama ataukah bertiga secara berurutan dan setelah yang satu meninggal diganti lainnya, maka hendaknya dihasilkan kesepakatan di antara mereka bertiga agar dalam mengamalkan wasiat, mereka dapat melakukannya secara bersama-sama.

    SOAL 1754: Jika seseorang menunjuk penerima dan penanggung jawab wasiat sebanyak tiga orang secara bersamaan, namun mereka bertiga tidak pernah bersepakat dalam cara mengamalkan wasiatnya. Apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan perselisihan ini?
    JAWAB:Pada saat penerima dan penanggung jawab wasiat lebih dari satu dan terjadi perselisihan dalam cara melaksanakan wasiat, maka hendaklah diselesaikan dengan merujuk kepada hakim syar’i.

    SOAL 1755: Karena saya sebagai anak lelaki tertua yang harus melakukan salat dan puasa kada ayah saya yang ditinggalkan semasa hidupnya. Apa tugas saya jika ayah saya berwasiat agar dilakukan salat dan puasa kada untuknya selama satu tahun saja, padahal saya tahu beliau memiliki tanggungan bertahun-tahun?
    JAWAB:Jika dia mewasiatkan untuk dilakukan salat dan puasa kada dengan biaya dari sepertiga harta peninggalannya, maka dibolehkan bagi Anda untuk menyewa seseorang melakukan hal itu. Anda yang tahu, bahwa tanggungan yang ia miliki dari kewajiban salat dan puasa lebih banyak dari itu, maka Anda wajib melaksanakannya, sekalipun dengan menyewa orang lain untuk mengamalkannya dari uang Anda sendiri.

    SOAL 1756: Seseorang berwasiat kepada anak lelaki tertuanya agar sebidang tanah miliknya dijual dan dengan uang hasil penjualannya ia harus melaksanakan ibadah haji atas nama ayahnya. Ia pun berjanji akan melakukan hal itu. Namun, dikarenakan pendaftaran untuk haji telah ditutup, maka ia tidak dapat melaksanakannya tahun ini. Pada tahun berikutnya ia pun tidak dapat melaksanakannya, karena biaya haji telah naik dan uang hasil penjualan tanah tidak mencukupi lagi. Oleh karena itu, terpaksa ia harus menyewa orang lain untuk mengamalkannya (dari miqat), namun uang itu pun tidak mencukupi. Wajibkah bagi ahli waris yang lain untuk membantu sehingga wasiat ayah mereka dapat terlaksana ataukah kewajiban hanya ada pada saudara tertua yang mendapatkan wasiat dari ayahnya?
    JAWAB:Tidak seorang pun dari mereka berkewajiban untuk membantu sehingga wasiat tersebut dapat terlaksana. Namun, jika kewajiban haji memang menjadi tanggungan yang ada di pundak almarhum dan belum dilaksanakan selama hidupnya, maka uang hasil penjualan tanah yang telah ia tentukan wajib untuk disempurnakan dengan harta peninggalan yang lain sebelum dibagi kepada ahli waris sehingga dapat dilaksanakan dengan menyewa orang lain untuk haji, sekalipun dari miqat.

    SOAL 1757:
    Jika terdapat resi tanda bukti, bahwa almarhum telah membayar kewajiban khumusnya, atau beberapa orang memberikan kesaksian atas hal itu, wajibkah bagi ahli waris untuk membayar khumus dari harta peninggalannya?
    JAWAB:Sekadar adanya resi tanda bukti pembayaran atau adanya kesaksian bahwa ia telah membayar kewajiban khumusnya, tidaklah cukup untuk memastikan bahwa ia memang bebas tanggungan dari kewajiban finansial seperti khumus atau lainnya. Oleh karenanya, jika almarhum pada saat hidupnya mengakui dalam wasiatnya, bahwa dirinya memiliki tanggungan keuangan yang belum diselesaikan atau di dalam harta peninggalannya ada sejumlah harta yang masih berhubungan dengan harta khumus yang harus dibayarkan, atau ahli waris yakin akan hal itu, maka sejumlah yang diakui oleh almarhum atau sejumlah yang diyakini oleh ahli waris, haruslah dibayarkan oleh ahli waris. Jika tidak demikian, maka tidak ada kewajiban apa-apa bagi ahli waris.

    SOAL 1758: Seseorang telah berwasiat agar sepertiga hartanya untuk dirinya. Di dalam surat wasiatnya ia memberi catatan pinggir, bahwa sebuah rumah yang ada di dalam kebunnya digunakan untuk memenuhi pengeluaran sepertiganya. Kemudian setelah berlalu 20 tahun dari saat wafatnya, penerima dan penanggung jawab wasiat harus menjualnya dan uangnya diberikan kepadanya. Apakah maksud dari sepertiga adalah sepertiga dari seluruh harta peninggalannya, termasuk di dalamnya rumah dan harta lainnya, sehingga kalau harga rumah kurang dari sepertiga, harus disempurnakan dengan harta peninggalan lainnya? Ataukah sepertiga itu maksudnya adalah rumah saja sedangkan harta lainnya yang merupakan hak ahli waris tidaklah diambil sepertiganya?
    JAWAB:Jika ia bermaksud dengan wasiat tersebut dan apa yang dituliskan di catatan, hanyalah rumah saja yang dianggap sebagai sepertiga yang diperuntukkan khusus untuk dirinya. Rumah itu pun –setelah dilunasi hutang-hutang almarhum- tidak lebih dari sepertiga, maka dalam hal ini hanya rumah saja yang dimaksud dengan sepertiga yang dimiliki secara khusus oleh almarhum. Begitu juga jika maksud dia setelah mewasiatkan dengan sepertiga untuk dirinya dia menentukan rumah sebagai biaya pengeluaran sepertiga tersebut, sedangkan harganya juga merupakan sepertiga dari semua harta peninggalan setelah dilunasi hutang-hutang almarhum. Adapun jika tidak demikian, maka harga rumah haruslah dilengkapi (ditambah) dengan yang lainnya sehingga jumlah semuanya menjadi sepertiga dari seluruh harta peninggalan.

    SOAL 1759: Setelah berlalu 20 tahun dari pembagian harta warisan dan setelah 4 tahun dari bagian hak milik putri almarhum dijual pada orang lain, ibu mereka (istri almarhum) menemukan sebuah surat wasiat yang menyatakan, bahwa semua harta suami (almarhum) adalah milik istrinya. Dia pun mengakui, bahwa sejak masa hidup almarhum surat wasiat tersebut ada padanya, namun tak seorang pun mengetahuinya. Dengan demikian, apakah pembagian warisan dan penjualan yang dilakukan oleh putri almarhum atas bagiannya dihukumi batal dan tidak sah? Kalau memang batal apakah pembatalan surat kepemilikan yang mana telah dibeli oleh orang ketiga dari putri almarhum dihukumi sah karena adanya perselisihan antara ibu dan anak perempuan tersebut?
    JAWAB:Dengan asumsi, bahwa surat wasiat itu benar dan sah, sesuai dengan bukti-bukti yang dapat dipertanggung jawabkan, namun karena si ibu sejak suaminya wafat sampai pembagian harta warisan kepada yang berhak, termasuk kepada putri almarhum diam dan tidak memprotes hal itu, padahal surat wasiat ada di tangannya. Begitu pula di saat anak perempuannya menjual bagiannya kepada orang lain ia diam padahal tidak ada yang menghalanginya untuk menyampaikan yang sesungguhnya, maka diamnya sang ibu dianggap kerelaan dan persetujuan atas semua apa yang dilakukan. Oleh karena itu, setelah itu ia tidak berhak lagi untuk menggugat dan menuntutnya. Semua harta warisan yang telah dibagi dihukumi sah. Begitu juga bagian yang dijual oleh anak perempuan almarhum sah dan bagian tersebut menjadi milik pembeli.

    SOAL 1760: Salah seorang syahid korban perang berwasiat kepada ayahnya, bahwa jika hutang-hutangnya tidak dapat dilunasi dengan mempertahankan rumah tempat tinggalnya maka rumah tersebut hendaknya dijual. Uang hasil penjualannya digunakan untuk melunasi seluruh hutangnya dan dibelanjakan untuk urusan kebaikan. Begitu juga uang tanah diberikan pada pamannya, kepada ibunya untuk melaksanakan ibadah haji dan biaya melakukan salat dan puasa kada beberapa tahun.
    Saudara almarhum kawin dengan mantan istrinya dan dengan pengetahuannya bahwa sang istri telah membeli sebuah rumah, ia tinggal di rumah tersebut dan menyerahkan sejumlah uang serta sekeping uang emas yang diambil dari milik anaknya untuk renovasi rumahnya. Pertanyaannya, apa hukum yang dilakukan olehnya terhadap rumah almarhum dan harta milik anaknya? Apa hukum menggunakan uang bulanan yang diberikan kepada anak para syahid, dengan alasan ia (suami) yang mendidiknya dan memberikan nafkah padanya?
    JAWAB:Pada kasus yang ditanyakan, wajib untuk dihitung seluruh harta kekayaan almarhum dan setelah semua hutangnya dilunasi, maka dari sisanya dilaksanakan seluruh wasiat almarhum, seperti membayar biaya untuk mengkada salat dan puasanya, begitu pula biaya melaksanakan ibadah haji bagi ibunya. Kemudian dua pertiga sisanya dibagi di antara ahli waris, yaitu ayah, ibu, anak dan istri sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Allah di dalam al-Quran dan sunah Nabi saw. Semua apa yang akan dilakukan berkenaan dengan rumah, perabot dan seluruh harta yang berhubungan dengan hak milik anak kecil yang belum balig, hendaknya dilakukan dengan izin wali syar’inya. Saudara almarhum tidak berhak untuk mempergunakan uang anak kecil (yatim) tersebut untuk merenovasi rumah, tanpa izin wali syar’i. Begitu juga ia tidak boleh mempergunakan uang emas dan uang bulanan untuk merenovasi rumah dan kebutuhan lainnya. Bahkan sekalipun untuk memberi nafkah kepada anak kecil yatim tersebut ia tidak diperbolehkan melakukan hal itu, kecuali dengan izin wali syar’inya. Jika tidak demikian, maka ia bertanggung jawab untuk mengembalikannya kepada anak kecil tersebut. Sebagaimana pembelian rumah juga harus dilaksanakan dengan izin dan persetujuan ahli waris dan wali syar’i anak kecil tersebut.

    SOAL 1761: Seseorang menuliskan pada surat wasiatnya, bahwa seluruh harta yang ia miliki, di antaranya tiga hektar kebun buah dengan kesepakatan, agar dua hektarnya setelah ia meninggal dibagikan kepada seluruh anaknya. Sementara satu hektar lagi untuk dirinya, sehingga dapat dipergunakan untuk melaksanakan wasiat-wasiatnya. Setelah ia wafat ternyata diketahui, bahwa kebun yang ada kurang dari dua hektar. Pertanyaannya:
    a. Apakah yang ia tulis di dalam surat wasiat adalah sebuah kesepakatan ataukah wasiat atas hartanya yang berlaku setelah ia wafat?
    b. Setelah ketahuan, bahwa kebun yang ada hanya kurang dari dua hektar, apakah ia merupakan milik anak-anaknya dan satu hektar yang disebutkan di dalam surat wasiat tidak berlaku, karena memang tidak ada? Ataukah harus dilakukan dengan cara lain?
    JAWAB:Selama tidak terbukti terjadinya kesepakatan dengan benar secara syar’i, yaitu dengan diterima oleh semua pihak yang melakukan kesepakatan semasa hidup almarhum, maka surat tersebut dianggap sebagai wasiat. Dengan demikian, masalahnya adalah ia berwasiat dengan kebun buah untuk dirinya dan anak-anaknya. Maka wasiat yang dihukumi sah dan berlaku adalah pada sepertiga darinya. Adapun selebihnya maka tergantung pada izin dan kerelaan ahli waris.

    SOAL 1762: Seseorang melakukan pencatatan kepemilikan seluruh hartanya atas nama seorang anak laki-lakinya, dengan syarat sejumlah uang setelah wafatnya diberikan kepada masing-masing saudara perempuannya sebagai ganti dari bagian hak mereka dari warisan. Namun, salah seorang mereka tidak hadir di saat ayah mereka meninggal dunia, sehingga ia tidak mendapatkan apa-pa dari saudaranya. Di saat ia menuntutnya, saudaranya pun tidak memberikan apa-apa kepadanya. Saat ini setelah berlalu beberapa tahun dari waktu itu, di saat nilai beli uang sejumlah yang disebutkan dalam wasiat mengalami penurunan yang jauh, saudaranya tersebut menyatakan kesediaan untuk memberikan kepadanya uang tersebut. Karena itulah saudara perempuannya menuntut lebih dari jumlah semula, sesuai dengan nilai beli yang berlaku saat itu. Dan hal itu ditolak oleh saudaranya, bahkan menuduhnya telah melakukan praktik riba. Apa hukum kasus ini?
    JAWAB:Jika penyerahan kepemilikan harta almarhum kepada anak laki-lakinya dan penyerahan sejumlah uang seperti yang diwasiatkan olehnya dilakukan secara benar, maka masing-masing saudara perempuan hanya berhak untuk mendapatkan sejumlah yang diwasiatkan oleh ayah mereka. Namun, jika harga dan nilai beli saat penyerahan sudah berubah, maka sesuai prinsip kehati-hatian maksimal mereka wajib untuk melakukan kesepakatan atas selisih tersebut. Hal itu tidak dihukumi riba.

    SOAL 1763: Ayah dan ibu saya berwasiat kepada saya sebagai anak laki-laki tunggal, semasa hidup mereka di hadapan anak-anak lainnya, dengan mengkhususkan sebidang tanah sebagai sepertiga dari seluruh hartanya, agar setelah mereka meninggal digunakan untuk biaya kafan, penguburan, salat, puasa (kada) dan lain-lain. Namun, pada saat ayah saya meninggal dunia, mereka (saudara-saudara saya yang lain) tidak memiliki uang. Oleh karenanya, seluruh biaya saya yang mengeluarkan. Bolehkah saya mengambil sejumlah yang saya keluarkan dari sepertiga harta tersebut?
    JAWAB:Jika apa yang Anda keluarkan sebagai realisasi atas wasiat dan dengan niat itu Anda ingin mengambil dari sepertiga harta peninggalan, maka hal itu boleh Anda lakukan. Namun, jika tidak demikian, maka tidak boleh.

    SOAL 1764: Seseorang berwasiat, jika istrinya setelah ia meninggal dunia tidak kawin (lagi) sepertiga rumah miliknya yang ia tinggal di dalamnya saat ini adalah miliknya. Dikarenakan setelah masa idah berlalu ia tidak menikah (lagi) dan tidak ada tanda-tanda, bahwa ia akan kawin di masa mendatang, apa tugas penerima dan penanggung jawab wasiat dan ahli waris yang lain berkenaan dengan wasiat almarhum?
    JAWAB: Pada saat ini mereka wajib untuk memberikan hal itu kepada istri almarhum, namun kepemilikan bersyarat dengan tetap untuk tidak kawin (lagi). Jika di kemudian hari ia kawin, maka ahli waris berhak untuk membatalkan kepemilikan dan memintanya kembali.

    SOAL 1765: Di saat kami bermaksud untuk membagi-bagi warisan ayah kami yang beliau dapatkan sebagai warisan dari ayahnya (kakek kami) sehingga kami, paman dan nenek bersama-sama berhak atas warisan tersebut, tiba-tiba mereka mengeluarkan sebuah surat wasiat yang ditulis oleh kakek kami pada tiga puluh tahun yang lalu, yang menyatakan, bahwa nenek dan paman selain bagian warisan, masing-masing mereka mendapatkan tambahan sejumlah uang. Mereka pun melipatgandakan jumlah tersebut sebagai penyesuaian dengan nilai beli saat ini. Konsekuensinya mereka menuntut beberapa kali lipat dari yang disebutkan di dalam wasiat. Apakah yang mereka lakukan benar secara syar’i?
    JAWAB:Berdasarkan prinsip kehati-hatian maksimal, hendaknya mereka melakukan kesepakatan bersama atas selisih nilai uang yang ada. Jika memang ada undang-undang yang mengatur hal itu, maka wajib untuk ditaati dan diamalkan sesuai dengannya.

    SOAL 1766: Salah seorang syahid korban perang yang mulia berwasiat agar sepotong karpet yang baru dia beli untuk rumahnya dihadiahkan untuk komplek kuburan suci Imam Husain as di Karbala, Irak. Jika karpet tersebut kami simpan sampai tiba saat yang memungkinkan untuk merealisasikan wasiatnya, maka karpet tersebut akan rusak dan tidak akan dapat digunakan lagi. Bolehkah untuk menghindari kerugian tersebut, kami alihkan posisi peletakannya di mesjid atau husainiyah kampung kami tinggal?
    JAWAB:Jika penggunaan sementara di mesjid dan husainiyah adalah usaha dalam rangka menjaga agar tidak rusak, sehingga dapat direalisasikan sesuai wasiat, maka tidaklah bermasalah.

    SOAL 1767: Seseorang berwasiat agar sebagian dari hasil sebagian harta miliknya digunakan untuk kebutuhan mesjid, husainiyah, majelis taklim dan urusan kebaikan lainnya. Namun, yang ia miliki dirampas orang dan untuk membebaskannya dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Apakah wasiat tersebut tetap sah selama adanya kemungkinan untuk dibebaskan dari si perampas? Bolehkah mempergunakan uang yang diambil dari objek yang diwasiatkan untuk biaya membebaskannya?
    JAWAB:Mempergunakan uang dari hasil barang yang diwasiatkan sebesar biaya yang dibutuhkan untuk membebaskan hak milik almarhum dari tangan perampas tidaklah bermasalah. Dan untuk keabsahan wasiat dalam kepemilikan cukup dengan adanya kemungkinan untuk dapat dimanfaatkan dalam hal yang diwasiatkan, sekalipun baru dapat terealisasi setelah dibebaskan dan diambil kembali dari tangan perampas dan untuk hal itu juga membutuhkan biaya.

    SOAL 1768: Seseorang berwasiat agar semua harta miliknya diberikan kepada seorang anak laki-lakinya dan konsekuensinya enam orang anak perempuannya tidak mendapatkan apa-apa. Apakah wasiat seperti itu sah dan berlaku? Jika tidak, bagaimana pembagian harta tersebut di antara keenam orang anak perempuan dan seorang anak laki-laki?
    JAWAB: Keabsahan wasiat tersebut sah pada sepertiga dari seluruh harta peninggalannya. Adapun selebihnya bergantung pada izin dan kerelaan ahli waris lainnya. Jika memang mereka (anak-anak perempuan almarhum) tidak menyetuji hal itu, maka masing-masing mereka mendapatkan harta warisan dari 2/3 harta tersebut. Jadi, secara keseluruhan harta almarhum dibagi menjadi 24 bagian. Dan dibagi sesuai perincian berikut:
    a. Anak laki-laki mendapatkan 12 bagian dari 24, dengan perincian 8 bagian sebagai bagian yang didapat dari sepertiga harta peninggalan sesuai wasiat, ditambah 4 bagian dari 24 sebagai bagian dirinya dari warisan (2/3 sisanya) .
    b. Anak-anak perempuan masing-masing mendapat 2 bagian dari 24 bagian harta warisan.

  • GHASAB
  • MAHJUR DAN TANDA-TANDA BALIG
  • MUDHARABAH
  • PERBANKAN
  • Hadiah Bank
  • Bekerja di Bank
  • Hukum Cek dan Giro
  • ASURANSI
  • ASET NEGARA
  • Pegawai Negeri
  • WAKAF
  • Hukum-hukum Wakaf
  • Syarat-syarat Wakaf
  • Syarat-syarat Penanggung jawab Wakaf
  • Syarat-Syarat Barang Yang Diwakafkan
  • Syarat-Syarat Penerima Wakaf
  • Sigat (pernyataan) Wakaf
  • Menjual Barang Wakaf dan Mengubahnya
  • KUBURAN
700 /