Situs Media Informasi Kantor Imam Ali Khamenei
Terima:

Ajwibatul Istiftaat

  • TAQLID
  • THAHÂRAH (KESUCIAN)
  • SHALAT
  • PUASA
  • KHUMUS
  • JIHAD
  • AMAR MA'RUF & NAHI MUNKAR
  • MEMPERDAGANGKAN BENDA-BENDA NAJIS
  • MASALAH LAIN-LAIN SEPUTAR MATA PENCAHARIAN
  • MENGAMBIL UPAH DARI PERBUATAN YANG WAJIB
  • CATUR
  • ALAT-ALAT JUDI
  • MUSIK DAN NYANYIAN
  • TARIAN
  • APLAUS (TEPUK TANGAN)
  • GAMBAR (FOTO) DAN FILM
  • PARABOLA
  • DRAMA DAN BIOSKOP
  • MELUKIS DAN MEMAHAT
  • SIHIR, SULAP, MENDATANGKAN ROH DAN JIN
  • UNDIAN DAN SAYEMBARA
  • SUAP
  • Hukum-hukum Kedokteran
  • ETIKA BELAJAR DAN MENGAJAR
  • HAK CIPTA
  • TRANSAKSI DENGAN NON-MUSLIM
  • BEKERJA DI NEGARA ZALIM
  • BUSANA
  • MENIRU NON MUSLIM DAN MENYEBARKAN BUDAYA MEREKA
  • BERHIJRAH
  • ROKOK DAN NARKOTIKA
  • JENGGOT DAN KUMIS
  • BERADA DI LOKASI DAN TEMPAT MAKSIAT
  • JIMAT DAN ISTIKHARAH
  • MENGHIDUPKAN ACARA KEAGAMAAN
  • Jual-beli Fudhuli
  • Para Pemilik dan Hak Menjual
  • Syara-syarat Barang yang Diperjual-belikan
  • Syarat-syarat Akad (Kontrak Transaksi)
  • Barang-barang yang Diikutsertakan dalam Jual-beli (Tawabi’)
  • Serah Terima Barang dan Uang
  • Jual-beli Tunai dan Kredit
  • Jual-beli Salaf
  • Jual-beli Emas, Perak dan Uang
  • Berbagai Masalah Perniagaan
  • KHIYAR
  • RIBA
  • KEPEMILIKAN BERSAMA (SYUF’AH)
  • SEWA-MENYEWA
  • GADAI (RAHN)
  • PATUNGAN MODAL (SYIRKAH)
  • HIBAH
  • HUTANG-PIUTANG
    Berkas yang Dicetak  ;  PDF

    HUTANG-PIUTANG

    SOAL 1651: Ada seorang pemilik perusahaan yang meminjam uang pada saya untuk membeli bahan-bahan produksi. Beberapa waktu kemudian, dia mengembalikan uang tersebut kepada saya dengan adanya kelebihan yang dia berikan dengan kerelaan sempurna tanpa adanya syarat sebelumnya dan saya pun tidak mengharapkan hal itu. Bolehkah saya menerima kelebihan uang tersebut?
    JAWAB: Pada kasus yang ditanyakan, di mana syarat pemberian hutang bukanlah adanya kelebihan di saat membayar dan dia pun memberikan kelebihan itu dengan kerelaan sempurna dari dirinya sendiri, maka tidak bermasalah untuk menerimanya.

    SOAL 1652: Jika orang yang berhutang menolak untuk melunasi hutangnya, sehingga si pemberi piutang harus melunasi cek-cek yang harus ia bayar untuk mengajukannya ke pengadilan, maka selain dia harus melunasi hal itu ia pun harus membayar pajak pengadilan. Apakah secara syar’i ia memang bertanggung jawab atas hal itu?
    JAWAB: Jika memang yang memiliki hutang menolak untuk melunasi hutangnya sehingga harus diadukan ke pengadilan, maka biaya pengadilan dan pajaknya bukanlah tanggung jawab pemberi piutang.

    SOAL 1653: Saudara saya meminjam sejumlah uang kepada saya. Di saat saya membeli rumah, dia membawa sebuah karpet yang saya mengiranya, dia memberikannya kepada saya sebagai hadiah. Namun setelah saya menagih hutangnya, dia mengaku telah melunasi hutangnya dengan memberikan karpet tersebut kepada saya.
    a. Apakah benar apa yang dia lakukan, dengan menganggap karpet tersebut sebagai bayaran atas hutangnya, padahal dia tidak mengatakan apa-apa di saat menyerahkan karpet tersebut?
    b. Jika saya tidak setuju untuk menerima karpet sebagai pembayaran atas hutangnya, haruskah saya mengembalikan karpet tersebut kepadanya?
    c. Bolehkah saya menuntut pelunasan hutang darinya lebih dari yang saya serahkan kepadanya, dengan pertimbangan, bahwa uang tersebut memiliki nilai beli yang berbeda saat ini dengan saat ia meminjam (inflasi)?
    JAWAB: Menyerahkan karpet atau sejenisnya yang bukan sejenis hutang yang diterima saat berhutang, tidaklah dianggap sebagai pelunasan hutang, kecuali atas kesepakatan Anda sebagai pemberi piutang. Oleh karena selama Anda tidak merelakan hal itu, maka Anda berkewajiban mengembalikan karpet tersebut kepadanya, karena ia masih di bawah kepemilikannya. Berkenaan dengan selisih nilai beli saat itu dan saat pembayaran, berdasarkan prinsip kehati-hatian Anda wajib melakukan kesepakatan dengannya.

    SOAL 1654: Apa hukum membayar hutang dengan uang haram?
    JAWAB: Membayar hutang dengan uang milik orang lain tidak menggugurkan hutang Anda. Oleh karena itu, Anda tetap memiliki tanggungan untuk membayar hutang yang Anda pinjam.

    SOAL 1655: Ada seorang wanita yang meminjam uang dari orang lain sejumlah 1/3 harga rumah yang akan ia beli. Dia bersepakat dengan yang memberinya piutang untuk mengembalikan uangnya setelah kondisi ekonominya membaik. Pada saat itu pula putra sang perempuan tersebut memberikan selembar cek sejumlah uang yang diterima oleh ibunya sebagai jaminan atasnya. Setelah berlalu 4 tahun, ahli waris masing-masing pelaku hutang-piutang tersebut bermaksud untuk menyelesaikan masalah tersebut. Haruskah ahli waris sang ibu menyerahkan 1/3 rumah yang dibeli dengan uang hasil pinjaman kepada pemberi piutang? Ataukah mereka cukup melunasi uang sebesar yang tertera di dalam cek?
    JAWAB: Ahli waris pemberi piutang tidak berhak apa pun dari rumah tersebut, mereka hanya berhak untuk menuntut uang sejumlah yang dipinjamkan kepada almarhumah oleh mendiang ayahnya (pemberi warisan) dengan syarat warisan yang ditinggalkan oleh almarhumah mencukupi untuk melunasi hal itu. Berkenaan dengan selisih nilai beli saat itu dan saat pembayaran, berdasarkan prinsip kehati-hatian hendaknya dilakukan kesepakatan antara mereka.

    SOAL 1656: Saya meminjam sejumlah uang dari seseorang. Setelah lama berlalu orang tersebut tidak saya temukan lagi, sehingga saya tidak dapat membayar kepadanya. Apa tugas saya saat ini?
    JAWAB: Anda berkewajiban untuk menunggu dan mencarinya sehingga dapat melunasi hutang Anda padanya atau kepada ahli warisnya. Jika Anda telah putus harapan untuk menemukannya, maka Anda harus meminta solusi dari hakim syar’i atau Anda menyedekahkannya atas nama pemiliknya.

    SOAL 1657: Bolehkah seorang pemberi piutang menuntut dari yang berhutang kepadanya, semua biaya yang ia keluarkan untuk urusan birokrasi pengadilan dalam rangka membuktikan hutang-piutang tersebut?
    JAWAB: Secara syar’i yang berhutang tidak berkewajiban untuk membayar biaya pengadilan tersebut. Untuk menyelesaikan masalah-masalah seperti ini hendaknya diselesaikan sesuai Undang-Undang RII yang berlaku.

    SOAL 1658: Jika orang yang punya tanggungan hutang tidak melunasi hutangnya atau mengabaikannya, bolekah si pemberi piutang merampas (mengambil) barang hak miliknya baik secara terang-terangan atau tidak?
    JAWAB: Jika ia mengingkari hutangnya atau ia tidak mau untuk melunasinya tanpa alasan yang benar, maka pemberi piutang dapat mengambil barang hak miliknya. Namun, jika ada undang-undang yang mengatur hal itu, maka wajib untuk dilaksanakan.

    SOAL 1659: Apakah hutang seorang yang telah meninggal dunia termasuk dalam tanggungan sesama manusia (haqqunnas) sehingga harus dibayarkan oleh ahli warisnya dari harta peninggalannya?
    JAWAB: Hutang baik kepada perorangan atau kepada lembaga dan negara adalah termasuk hak-hak orang lain yang harus dibayarkan oleh ahli waris almarhum dari harta peninggalannya. Mereka tidak berhak untuk mempergunakan harta peninggalannya sebelum dibayarkan terlebih dahulu.

    SOAL 1660: Ada seorang yang memiliki sebidang tanah dan di atasnya terdapat sebuah bangunan milik orang lain. Pemilik tanah tersebut memiliki hutang kepada dua orang lain. Bolehkah mereka mengajukan permohonan untuk menyita tanah dan bangunan tersebut ataukah ia hanya berhak untuk menyita tanahnya saja?
    JAWAB: Mereka tidak berhak untuk mengajukan permohonan untuk menyita barang yang bukan hak milik orang yang berhutang dari mereka.

    SOAL 1661: Apakah rumah yang ditempati oleh kreditir dan keluarganya diperkecualikan dari harta yang akan disita?
    JAWAB: Segala sesuatu yang merupakan kebutuhan primer sang kreditir untuk kelangsungan hidupnya, seperti rumah dan perabotnya yang wajar sesuai dengan status sosialnya, maka diperkecualikan dari paksaan untuk dijual guna melunasi hutangnya.

    SOAL 1662: Jika ada seorang pedagang yang tidak dapat melunasi hutang-hutangnya dan ia tidak memiliki apa-apa kecuali sebuah bangunan yang sudah ditawarkan untuk dijual, namun kalaupun laku ia hanya dapat melunasi setengah dari hutang-hutangnya. Apakah boleh para pemberi piutang untuk memaksanya menjual bangunan tersebut ataukah mereka harus memberi kesempatan waktu dan menunda pembayaran yang barangkali dengan menyicil (mengangsur) ia dapat melunasinya?
    JAWAB: Jika bangunan tersebut bukan rumah yang ia tempati dengan keluarganya, maka boleh saja para pemberi piutang untuk memaksanya menjualnya walaupun hasil penjualan juga tidak akan mencukupi. Berkenaan dengan sisa hutangnya, maka mereka harus bersabar sampai ia mampu untuk melunasinya.

    SOAL 1663: Wajibkah sebuah lembaga negara melunasi hutang yang diperoleh dari lembaga negara lainnya?
    JAWAB: Dalam hal kewajiban membayar hutang sama hukumnya dengan hutang-hutang lainnya.

    SOAL 1664: Jika seseorang melunasi hutangnya tanpa ditagih oleh si pemberi piutang, apakah ia berhak untuk mendapatkan imbalan atas hal itu?
    JAWAB: Ia tidak berhak untuk menuntut imbalan apa pun atas hal itu dan si pemberi piutang tidak berkewajiban untuk membayar hal itu.

    SOAL 1665: Jika orang yang berhutang meminta penundaan pelunasan hutangnya dari waktu yang telah disepakati, apakah pemberi piutang berhak untuk menuntut pembayaran lebih darinya?
    JAWAB: Di dalam pandangan syariat ia tidak berhak untuk menuntut selain sejumlah uang yang dipinjamkan kepadanya.

    SOAL 1666: Ayah saya telah melakukan transaksi semu dengan menyerahkan sejumlah uang kepada seseorang dan pada hakikatnya ia telah meminjamkan uang tersebut kepadanya. Setiap bulan ayah saya menerima labanya. Setelah ayah saya wafat orang tersebut meneruskan kebiasaan memberikan laba kepada kami setiap bulan hingga ia pun meninggal dunia. Apakah uang yang diberikannya tersebut hukumnya riba, sehingga ahli waris pemberi piutang berkewajiban untuk mengembalikannya kepada ahli waris yang berhutang?
    JAWAB: Sesuai dengan asumsi yang telah disebutkan, bahwa pada dasarnya muamalah yang dilakukan adalah hutang-piutang, maka setiap yang diterima oleh ayah Anda adalah uang riba yang harus dikembalikan oleh ahri warisnya kepada ahli waris peminjam.

    SOAL 1667: Bolehkah seseorang menyerahkan uangnya kepada seseorang dan setiap bulan mendapatkan keuntungan darinya?
    JAWAB: Jika mereka menyerahkan uang tersebut untuk dijalankan di bawah salah satu akad yang dibenarkan dalam syariat, maka tidak bermasalah. Begitu juga uang laba (keuntungan) yang diperoleh tidak bermasalah. Namun, jika mereka memberikannya sebagai hutang, maka –walaupun hutang-piutang tersebut sah hukumnya- uang (laba) yang diterima itu adalah riba dan haram hukumnya.

    SOAL 1668: Seseorang meminjam uang untuk tujuan usaha (modal). Jika usaha yang ia lakukan berhasil, bolehkah ia memebrikan sebagian hasil (keuntungan) yang diperolehnya kepada pemberi piutang? Bolehkah si pemberi hutang menuntut hal itu?
    JAWAB: Pemberi piutang tidak berhak untuk menuntut keuntungan dari hasil usaha yang didapatkan oleh yang berhutang. Namun, jika ia (yang berhutang) ingin berbuat baik dengan memberi sebagian keuntungan yang diperolehnya kepada pemberi piutang tanpa adanya kesepakatan sebelumnya, maka tidak bermasalah dan malah hal itu dianjurkan (mustahab).

    SOAL 1669: Seseorang membeli sebuah barang dari orang lain dengan cara kredit yang akan dicicilnya selama tiga bulan. Setelah berlalu tiga bulan ia meminta untuk menunda pembayaran tiga bulan lagi dengan catatan dia akan membayar bunganya. Bolehkah ia melakukan hal itu?
    JAWAB: Kelebihan uang (pembayaran) tersebut adalah riba dan haram hukumnya.

    SOAL 1670: Jika si A meminjam dengan cara riba dari sebuah bank melakukan pencatatan atas transaksi tersebut dan syarat-syaratnya, sedangkan si D adalah bagian keuangan yang bertugas untuk mengarsip setiap berkas-berkas transaksi yang dilakukan dan memindahkannya ke buku keuangan. Apa hukum si D berada dalam transaksi riba tersebut? Haramkah uang gaji yang ia peroleh? Dan bagaimana hukum si E yang bertugas melakukan pengecekan ulang atas pencatatan keuangan yang dilakukan dan memberiahukan kepada si D jika didapatkan adanya kesalahan?
    JAWAB: Setiap pekerjaan yang ada hubungannya dengan transaksi riba, baik dalam pelaksanaan, mengambil dan menerima serta beberapa persiapan sebelum dan sesudahnya, maka hukumnya haram dan tidak berhak untuk mendapatkan upah dan gaji.

    SOAL 1671: Mayoritas Muslim karena tidak memiliki modal yang cukup, maka mereka terpaksa meminjam uang dari orang-orang kafir, dengan konsekuensi adanya kewajiban untuk membayar lebih dari jumlah yang mereka ambil. Apa hukum meminjam dengan cara riba dari orang-orang kafir atau bank milik mereka, atau pun milik negara non-Islam?
    JAWAB: Meminjam dengan cara riba secara hukum taklifi6 haram hukumnya. Keharaman ini bersifat mutlak, sekalipun dari non-Muslim. Namun, hutang yang diperoleh itu dihukumi sah.

    SOAL 1672: Ada seorang yang meminjam sejumlah uang dengan syarat ia akan membiayai sebuah perjalanan yang akan dilakukan oleh pemberi piutang, seperti biaya perjalanan haji, mislanya. Bolehkah mereka melakukan hal itu?
    JAWAB: Menjadikan pembiayaan perjalanan sebagai syarat dalam memberikan piutang dan syarat-syarat lain yang sejenis dengannya, memiliki hukum yang sama dengan kewajiban membayar keuntungan dan bunga bagi peminjam. Oleh karena itu, haram hukumnya dan syarat tersebut batal. Namun, pinjaman itu sendiri sah hukumnya.

    SOAL 1673: Sebagian yayasan sosial simpan-pinjam membeli barang, tanah dan lain-lain dengan uang yang dititipkan oleh orang-orang (anggota) padanya. Apa hukum trnsaksi ini? Bolehkah para pengurus mempergunakan uang tersebut untuk menjual dan membeli barang, padahal ada sebagian pemilik uang yang tidak merelakan hal itu? Bolehkah pekerjaan ini secara syar’i?
    JAWAB:Jika para anggota menyerahkan uang mereka sebagai amanat dan titipan, maka apa yang dilakukan oleh para pengurus dengan uang itu dalam jual-beli adalah fudhuli yang keabsahannya bergantung pada izin mereka. Adapun, jika mereka menyerahkannya sebagai pinjaman kebaikan, maka apa yang dilakukan oleh para pengurus sesuai dengan wewenang yang diberikan kepada mereka, seperti membeli dan menjual dengannya barang-barang, tanah dan lain-lain, maka tidaklah bermasalah.

    SOAL 1674: Sejumlah orang meminjam uang kepada orang lain dan setiap bulannya mereka membayar keuntungan dan labanya, tanpa adanya akad tertentu selain kesepakatan antara mereka untuk hal itu. Apa hukumnya?
    JAWAB:Transaksi semacam ini adalah transaksi riba. Syarat dan faedah yang diterima adalah haram hukumnya dan tidak boleh.

    SOAL 1675: Jika seorang yang meminjam dari yayasan simpan-pinjam kemanusiaan di saat mengembalikan hutangnya ia menyerahkan sejumlah uang tambahan, tanpa adanya syarat apa-apa sebelumnya. Bolehkah uang tersebut diambil dan dipergunakan untuk kepentingan pembangunan?
    JAWAB:Jika ia menyerahkan kelebihan uang tersebut dengan kerelaan dirinya dengan niat kebaikan maka itu adalah pekerjaan yang dianjurkan (mustahab). Para pengurus boleh saja menerima uang tersebut. Adapun kebolehan mereka mempergunakan uang tersebut untuk kepentingan pembangunan adalah tergantung pada aturan yang mengatur wewenang yang diberikan pada mereka.

    SOAL 1676: Seorang staf pegawai yayasan sosial simpan-pinjam membeli sebuah bangunan dari uang yang dia pinjam dari seseorang. Sebulan berikutnya dia melunasi hutang tersebut dengan uang simpanan anggota, tanpa izin mereka. Benarkah transaksi yang ia lakukan? Siapakah pemilik bangunan tersebut?
    JAWAB:Pembelian bangunan yayasan dengan uang yang dipinjamkan kepada yayasan, jika dilakukan sesuai wewenang dan kebijakan yang diberikan kepada staf tersebut, maka tidak bermasalah. Bangunan tersebut adalah milik yayasan. Dan tidak demikian, maka pembelian tersebut adalah fudhuli yang keabsahannya bergantung pada izin dan kerelaan pemiliknya.

    SOAL 1677: Apa hukum memberikan tip (tanda terimakasih) pada bank di saat menerima hutang?
    JAWAB:Jika uang yang diserahkan sebagai imbalan dan upah atas pekerjaan pemberian hutang yang dilakukan, sama dengan biaya pencatatan surat-surat resmi dan kas pembayaran air, listrik dan selainnya serta tidak ada hubungannya dengan bunga hutang. Maka membayar hal itu, menyerahkan dan menerima hutang tidaklah bermasalah.

    SOAL 1678: Sebuah lembaga sosial memberikan hutang kepada anggotanya. Namun, anggota yang mengajukan permohonan hutang disyaratkan menyimpan sejumlah uang selama tiga bulan atau enam bulan. Setelah berlalu masa tersebut, maka lembaga tersebut akan memberikan dua kali lipat pinjaman kepadanya. Setelah anggota yang berhutang melunasi hutangnya, maka uang simpanan tersebut dikembalikan kepadanya. Apa hukum pekerjaan semacam ini?
    JAWAB:Jika penyerahan (penitipan) uang dengan tujuan, uang tersebut untuk beberapa saat disimpan sebagai pinjaman dengan syarat kas lembaga itu juga berkewajiban untuk memberikan pinjaman, atau syarat kas dapat memberi pinjaman adalah adanya pinjaman anggota terlebih dahulu yang diberikan kepada kas, maka syarat semacam ini termasuk ke dalam transaksi riba dan batal. Namun, hutang-piutang itu sendiri sah hukumnya dari kedua belah pihak.

    SOAL 1679: Sebuah lembaga sosial yang memberikan pinjaman mensyaratkan kepada yang berhak mendapatkan pinjaman dengan beberapa syarat, di antaranya, keanggotaan, kepemilikan nomor anggota dan buku rekening, tinggal di tempat lembaga itu berada dan lain-lain. Apakah syarat-syarat ini dihukumi riba?
    JAWAB:Syarat keanggotaan dan berdomsili di tempat lembaga tersebut berada yang mempersempit kesempatan untuk mendapatkan pinjaman kepada pribadi-pribadi tertentu, tidaklah bermasalah. Adapun membuka rekening jika dimaksudkan dengannya tujuan yang sama seperti di atas, yaitu mempersempit hak orang untuk mendapatkannya juga tidak bermaslaah. Namun, jika syarat ini dimaksudkan agar yang mendapatkan pinjaman itu haruslah terlebih dahulu meminjamkan uangnya kepada lembaga tersebut, maka simpan-pinjam akan berubah hukum menjadi simpan-pinjam bermanfaat dan hukumnya batal (haram-peny.)

    SOAL 1680: Apakah ada jalan untuk melarikan diri dari hukum riba di dalam transaksi yang dilakukan oleh bank?
    JAWAB:Jalan keluar untuk terhindar dari riba adalah dengan memanfaatkan akad syar’i yang benar dengan menyempurnakan semua syaratnya.

    SOAL 1681: Bolehkah hutang yang didapat dari bank dipergunakan untuk kegunaan lain selain yang ditentukan oleh bank?
    JAWAB:Jika bank memberikan hutang kepada para nasabah dengan syarat harus dipergunakan pada kegunaan tertentu, maka tidak boleh melanggar dari hal iu. Begitu juga, jika bank memberikan pinjaman tersebut sebagai modal di dalam akad bagi hasil (mudharabah) atau kerjasama (syirkah) maka ia tidak berhak mempergunakannya untuk keperluan lain.

    SOAL 1682: Jika salah seorang penyandang cacat perang bermaksud untuk meminjam uang dari bank dan bank yang ditujukan khusus kepada para penyandang cacat perang sesuai dengan tingkat kecacatannnya, bolehkah ia menunjukkan surat keterangan dokter yang salah dalam menerangkan tingkat kecacatan dengan keterangan lebih dari kenyataannya, padahal ia tahu hal itu?
    JAWAB:Jika keterangan dokter yang tertulis di dalam surat itu dilakukan sesuai dengan pemeriksaan dokter spesialis dan sesuai dengan aturan yang berlaku, dan bank pun menganggap hal itu sebagai bukti sah yang untuk menentukan tingkat kecacatannya, maka ia boleh memanfaatkan surat tersebut untuk mendapatkan prioritas yang akan diberikan oleh bank, walaupun pada kenyataannya tingkat kecacatannya lebih kecil dari itu.
  • SHULUH
  • AGENSI, PERWAKILAN DAN PENGACARA
  • SEDEKAH
  • PINJAMAN DAN PENITIPAN
  • WASIAT
  • GHASAB
  • MAHJUR DAN TANDA-TANDA BALIG
  • MUDHARABAH
  • PERBANKAN
  • Hadiah Bank
  • Bekerja di Bank
  • Hukum Cek dan Giro
  • ASURANSI
  • ASET NEGARA
  • Pegawai Negeri
  • WAKAF
  • Hukum-hukum Wakaf
  • Syarat-syarat Wakaf
  • Syarat-syarat Penanggung jawab Wakaf
  • Syarat-Syarat Barang Yang Diwakafkan
  • Syarat-Syarat Penerima Wakaf
  • Sigat (pernyataan) Wakaf
  • Menjual Barang Wakaf dan Mengubahnya
  • KUBURAN
700 /