Situs Media Informasi Kantor Imam Ali Khamenei
Terima:

Ajwibatul Istiftaat

  • TAQLID
  • THAHÂRAH (KESUCIAN)
  • SHALAT
  • PUASA
    • PUASA KEWAJIBAN DAN KEABSAHAN PUASA
    • WANITA HAMIL DAN YANG SEDANG MENYUSUI
    • SAKIT DAN LARANGAN DOKTER
    • HAL-HAL YANG HARUS DIHINDARI OLEH ORANG YANG BERPUASA
    • SENGAJA TETAP DALAM KEADAAN JUNUB
    • MASTURBASI (ISTMINA') SAAT BERPUASA DAN LAINNYA
    • AKIBAT-AKIBAT HUKUM IFTHAR (MENGHENTIKAN PUASA)
    • KAFFARAH PUASA DAN UKURANNYA
    • QADHA' PUASA
    • LAIN-LAIN
      Berkas yang Dicetak  ;  PDF

      LAIN-LAIN

      SOAL 778:
      Jika seorang wanita mengalami haidh saat berpuasa nadzar mua’yyan (nadzar yang telah ditentukan waktunya), apa hukumnya?
      JAWAB:
      Puasanya batal bila mengalami haid. Ia wajib mengqadha’nya setelah suci.

      SOAL 779:
      Seseorang yang tinggal di pelabuhan "dayyar" berpuasa sejak hari pertama bulan Ramadhan hingga hari ke 27 (duapuluh tujuh). Pada hari ke28, ia bepergian ke Dubai, dan sampai di sana pada hari ke 29, dan penduduknya pada hari itu telah berhari raya. Kini ia telah kembali ke tempat tinggalnya. Apakah ia wajib meng-qadha' satu hari puasa yang ditinggalkannya? Apabila ia meng-qadha' satu hari puasa, maka jumlah hari Ramadhan menjadi 28 hari baginya. Bila ingin meng-qadha’ dua hari, ia pada hari ke 29 sedang berada di tempat orang-orang yang telah mengumumkan hari raya. Apa hukumnya?
      JAWAB:
      Jika pengumuman hari raya pada hari ke 29 di tempat tersebut berdasarkan cara yang benar dan syar'i, maka ia tidak wajib meng-qadha' hari itu, Namun, itu berarti, ia ketinggalan satu puasa pada hari pertama bulan Ramadhan. Karenanya, ia wajib mengqadha' puasa yang diyakini telah ditinggalkannya.

      SOAL 780:
      Jika seorang pelaku puasa berbuka puasa saat matahari terbenam di sebuah negara, lalu melakukan perjalanan ke negara lain yang saat itu matahari belum terbenam di sana, apa hukum puasanya di hari itu? Apakah ia boleh melakukan suatu yang mufthir (yang membatalkan puasa) sebelum matahari terbenam?
      JAWAB:
      Puasanya sah, dan ia boleh makan, minum dan lain-lain di negara itu sebelum matahari terbenam setelah sebelumnya ia ifthar saat matahari terbenam di negara sendiri.

      SOAL 781:
      Seorang syahid telah berwasiat kepada salah seorang sahabatnya agar mengqadha’ sejumlah puasanya demi ihthiyath (ke-hati-hatian dan berjaga-jaga jika memang punya tanggungan puasa qadha’). Ahli waris syahid ini bukanlah orang-orang yang peduli terhadap masalah-masalah semacam ini, dan tidak memungkin memberi tahu kepada mereka. Sedangkan sahabatnya tersebut merasa kesulitan untuk melakukan puasa tersebut. Apakah ada penyelesaian lain?
      JAWAB:
      Jika ia berwasiat kepada shabatnya agar ia sendiri yang berpuasa, maka berarti ahli waris si syahid tidak memiliki taklif (beban) berkenaan masalah ini. Jika orang yang mendapatkan wasiat untuk berpuasa mewakili sang syahid merasa kesulitan, maka taklif atas dirinya juga gugur.

      SOAL 782:
      Saya seorang peragu, dengan kata yang lebih tepat, terlalu was-was, berkenaan dengan masalah keagamaan, terutama masalah-masalah hukum fiqih (furu’ud-din). Antara lain dalam bulan Ramadhan lalu saya ragu-ragu apakah ada debu tebal yang masuk ke dalam mulut dan saya telah menelannya ataukah tidak, atau meragukan apakah air yang saya masukkan ke dalam mulut sudah saya keluarkan kembali ataukah tidak?
      JAWAB:
      Dalam kasus yang ditanyakan, puasa Anda dihukumi sah. Keraguan-keraguan seperti itu tidak layak diperhatikan.

      SOAL 783:
      Apakah Anda berpandangan bahwa hadis mulia Ahlu Kisa’ yang diriwayatkan dari Sayyidah az-Zahra’ (As) sebagai hadis yang mu’tabar (diakui kebenarannya) sehingga boleh menisbatkannya kepada beliau saat sedang berpuasa?
      JAWAB:
      Jika penisbatannya dengan cara periwayatan dan kutipan dari kitab-kitab yang menyebutkannya, maka diperbolehkan.

      SOAL 784:
      Kami dengar dari sebagian ulama dan lainnya bahwa jika seseorang yang sedang berpuasa sunnah diundang untuk makan, maka ia boleh memenuhi undangan tersebut dan memakan makanan yang disediakan, namun puasanya tidak batal dan pahalanya tetap ia dapatkan. Kami mohon pendapat Anda tentang hal ini?
      JAWAB:
      Memenuhi undangan orang mukmin untuk ifthar (menghentikan) puasa mustahab (sunnah) merupakan perbuatan yang diutamakan secara syar'i. Menyantap jamuan makan dari undangan saudara mukmin meskipun membatalkan puasanya, namun ia tetap memperoleh pahala dan ganjarannya.

      SOAL 785:
      Doa-doa khusus bulan Ramadhan yang diriwayatkan berdasarkan urutan hari, doa hari ke 1, hari ke 2 dan seterusnya hingga hari terakhir. Apa hukum membacanya apabila masih meragukan keshahihannya?
      JAWAB:
      Bagaimanapun juga, tidak ada masalah (la isykâl) membacanya apabila didasari dengan niat wurud dan mathlubiyah (pengharapan bahwa doa-doa tersebut memang berasal dari maksum dan benar-benar dianjurkan membacanya).

      SOAL 786:
      Jika seseorang ingin berpuasa, namun tidak bangun malam untuk makan sahur. Karena itulah ia tidak dapat melakukan puasa besoknya. Apakah dosa meninggalkan puasanya ditanggung dirinya sendiri ataukah orang yang tidak membangunkannya? Dan jika ia tetap berpuasa tanpa lebih dulu makan sahur, apakah puasanya sah?

      JAWAB:
      Orang-orang lain tidak menanggung beban apapun. Berpuasa tanpa didahului makan sahur sah.


      SOAL 787:
      Apa hukum puasa hari ke 3 dalam hari-hari i’tikaf (berdiam diri) di al-Masjid al-Haram?
      JAWAB:
      Jika ia seorang musafir dan berniat untuk menetap di Mekkah sepuluh (10) hari atau telah bernadzar untuk berpuasa dalam perjalanan, maka setelah berpuasa dua (2) hari, ia wajib menyempurnakan i’tikaf (berdiam diri) dengan puasa hari ketiga (3). Namun, bila ia tidak berniat untuk menetap 10 hari dan tidak bernazar puasa dalam perjalanan, maka puasanya dalam perjalanan tidaklah sah. Bila puasanya tidak sah, maka i’tikafnya juga tidak sah.
    • RU'YATUL-HILAL (MELIHAT BULAN)
  • KHUMUS
  • JIHAD
  • AMAR MA'RUF & NAHI MUNKAR
  • MEMPERDAGANGKAN BENDA-BENDA NAJIS
  • MASALAH LAIN-LAIN SEPUTAR MATA PENCAHARIAN
  • MENGAMBIL UPAH DARI PERBUATAN YANG WAJIB
  • CATUR
  • ALAT-ALAT JUDI
  • MUSIK DAN NYANYIAN
  • TARIAN
  • APLAUS (TEPUK TANGAN)
  • GAMBAR (FOTO) DAN FILM
  • PARABOLA
  • DRAMA DAN BIOSKOP
  • MELUKIS DAN MEMAHAT
  • SIHIR, SULAP, MENDATANGKAN ROH DAN JIN
  • UNDIAN DAN SAYEMBARA
  • SUAP
  • Hukum-hukum Kedokteran
  • ETIKA BELAJAR DAN MENGAJAR
  • HAK CIPTA
  • TRANSAKSI DENGAN NON-MUSLIM
  • BEKERJA DI NEGARA ZALIM
  • BUSANA
  • MENIRU NON MUSLIM DAN MENYEBARKAN BUDAYA MEREKA
  • BERHIJRAH
  • ROKOK DAN NARKOTIKA
  • JENGGOT DAN KUMIS
  • BERADA DI LOKASI DAN TEMPAT MAKSIAT
  • JIMAT DAN ISTIKHARAH
  • MENGHIDUPKAN ACARA KEAGAMAAN
  • Jual-beli Fudhuli
  • Para Pemilik dan Hak Menjual
  • Syara-syarat Barang yang Diperjual-belikan
  • Syarat-syarat Akad (Kontrak Transaksi)
  • Barang-barang yang Diikutsertakan dalam Jual-beli (Tawabi’)
  • Serah Terima Barang dan Uang
  • Jual-beli Tunai dan Kredit
  • Jual-beli Salaf
  • Jual-beli Emas, Perak dan Uang
  • Berbagai Masalah Perniagaan
  • KHIYAR
  • RIBA
  • KEPEMILIKAN BERSAMA (SYUF’AH)
  • SEWA-MENYEWA
  • GADAI (RAHN)
  • PATUNGAN MODAL (SYIRKAH)
  • HIBAH
  • HUTANG-PIUTANG
  • SHULUH
  • AGENSI, PERWAKILAN DAN PENGACARA
  • SEDEKAH
  • PINJAMAN DAN PENITIPAN
  • WASIAT
  • GHASAB
  • MAHJUR DAN TANDA-TANDA BALIG
  • MUDHARABAH
  • PERBANKAN
  • Hadiah Bank
  • Bekerja di Bank
  • Hukum Cek dan Giro
  • ASURANSI
  • ASET NEGARA
  • Pegawai Negeri
  • WAKAF
  • Hukum-hukum Wakaf
  • Syarat-syarat Wakaf
  • Syarat-syarat Penanggung jawab Wakaf
  • Syarat-Syarat Barang Yang Diwakafkan
  • Syarat-Syarat Penerima Wakaf
  • Sigat (pernyataan) Wakaf
  • Menjual Barang Wakaf dan Mengubahnya
  • KUBURAN
700 /