Situs Media Informasi Kantor Imam Ali Khamenei
Terima:

Ajwibatul Istiftaat

  • TAQLID
  • THAHÂRAH (KESUCIAN)
  • SHALAT
    • SYARAT-SYARAT DAN PENTINGNYA SHALAT
    • WAKTU-WAKTU SHALAT
    • HUKUM KIBLAT
    • HUKUM TEMPAT SHALAT
    • HUKUM TEMPAT-TEMPAT KEAGAMAAN LAIN
    • SEPUTAR PAKAIAN PELAKU SHALAT
    • MEMAKAI DAN MENGGUNAKAN EMAS DAN PERAK
    • AZAN DAN IQAMAH
    • ZIKIR
    • SUJUD
    • HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHALAT
    • MEMBALAS SALAM
    • KERAGUAN-KERAGUAN DALAM SHALAT
    • SHALAT QADHA’
    • SHALAT QADHA’ PUTRA SULUNG
    • SHALAT JAMAAH
    • HUKUM BACAAN IMAM YANG SALAH
    • IMAM YANG CACAT
    • KEIKUTSERTAAN WANITA DALAM SHALAT JAMAAH
    • BERMAKMUM DENGAN AHLUS SUNNAH
    • SHALAT JUM'AT
    • SHALAT IDUL FITRI DAN IDUL ADHA
    • SHALAT MUSAFIR
    • ORANG YANG PEKERJAANNYA SAFAR (PERJALANAN) ATAU MEMERLUKAN SAFAR
    • PERJALANAN PELAJAR
    • KEINGINAN MENEMPUH MASAFAH DAN NIAT MENETAP 10 HARI
      Berkas yang Dicetak  ;  PDF

      KEINGINAN MENEMPUH MASAFAH DAN NIAT MENETAP 10 HARI

      SOAL 647:
      Saya bekerja di sebuah tempat yang jauhnya dari kotaterdekat tidak mencapai jarak (masafah) syar'i. Karena kedua tempat tersebut bukanlah wathan saya, maka saya berniat untuk menetap (iqamah) di tempat kerja selama 10 hari, agar saya dapat melakukan shalat secara tamam (utuh) dan dapat berpuasa di sana. Ketika memutuskan untuk menetap selam 10 hari di tempat kerja, saya tidak berniat untuk keluar dari tempat tersebut ke kota terdekat selama 10 hari dan seterusnya.
      Apa hukum syar'i dalam situasi-situasi sebagai berikut:
      1. Jika saya keluar menuju kota tersebut sebelum menyempurnakan 10 hari karena suatu peristiwa atau karena keperluan suatu pekerjaan, dan menetap di sana sekitar 2 jam lalu kembali ke tempat kerja?
      2. Jika saya keluar setelah menyelesaikan 10 hari menuju kota tersebut dengan tujuan akan pergi ke kawasan tertentu, dan perjalanan saya ini tidak melampaui batas masafah syar'i, dan saya menetap di tempat tersebut satu malam sebelum kembali ke tempat tinggal lagi?
      3. Jika setelah menyempurnakan 10 hari, saya meninggalkan tempat kerja ke kota itu dengan tujuan mengunjungi sebuah kawasan tertentu. Namun, setelah sampai di situ, saya mengubah keputusan dengan berniat pergi ke kawasan lain yang jaraknya dari tempat kerja saya melampaui batas masafah syar'i?
      JAWAB:
      1- 2- Apabila hukum (kewajiban shalat) tamam telah berlaku di tempat iqamah, meski dengan melakukan shlalat ruba’iyah (shalat yang terdiri dari empat rakaat) di tempat tersebut sedikitnya satu kali, maka keluar ke tempat yang jauhnya tidak mencapai batas masafah syar'i tidak bermasalah, kendati menghabiskan waktu lebih dari 1 atau 2 jam dalam 1 (satu) atau beberapa hari di sana, baik setelah atau sebelum menetap selama 10 hari, melainkan ia (wajib) shalat secara tamam dan berpuasa hingga ia memulai perjalanan baru.
      3. Setelah memutuskan untuk melakukan perjalanan ke suatu tempat yang jauhnya mencapai masafah syar'i dari tempat di mana ia mengubah niat kemudian kembali ke tempat iqamah, setelah menempuh masafah tersebut, maka hukum “iqamah” yang telah ia jalani sebelumnya tidak berlaku lagi atas dirinya. Dan setelah kembali ke tempat iqamah-nya, ia harus memperbarui niat untuk menetap (iqamah).

      SOAL 648:
      Bila musafir yang telah meninggalkan wathan melewati sebuah jalan dimana ia mendengar suara adzan dari wathan asalnya, atau ia melihat dinding bangunan-bangunan di dalamnya, apakah hal itu merusak safarnya menempuh masafah?
      JAWAB:
      Hal itu tidak merusak perjalanannya menempuh masafah selama ia tidak melintasi wathan-nya dan, dengan demikian, perjalanannya tidak terputus. Namun, selama ia masih berada di sana, hukum safar tidak berlaku atas dirinya.

      SOAL 649:
      Tempat kerja yang saya tempati sekarang bukanlah tempat tinggal (wathan) asal saya. Jarak antar keduanya melebihi batas syar'i. Sampai sekarang saya tidak menjadikan tempat saya bekerja sebagai wathan, boleh jadi saya akan menetap di sana untuk beberapa tahun saja. Kadang kala saya keluar dari tempat itu untuk perjalanan dinas selama 2 atau 3 hari dalam sebulan. Ketika keluar dari kota tempat menetap dalam jarak yang melampaui batas syar'i dan kembali, apakah saya wajib berniat untuk menetap 10 hari ataukah hal itu tidak perlu? Dan jika saya wajib berniat untuk menetap selama 10 hari, jarak berapakah yang boleh saya tempuh di pinggir-pinggir kota?
      JAWAB:
      Jika Anda telah bepergian dari kota tempat menetap menuju (tempat yang jauhnya mencapai) masafah syar'iah, maka ketika kembali kesana dari safar, Anda perlu memperbarui niat untuk menetap (iqamah) selama 10 hari lagi. Dan jika niat untuk menetap 10 hari secara benar telah terwujud, dan hukum (kewajiban shalat) tamam berlaku atas diri Anda, meski dengan cara melakukan shalat ruba’iyah sedikitnya 1 kali, maka kepergian Anda dari tempat iqamah setelah itu menuju suatu tempat yang jaraknya tidak mencapai masafah syar'i tidaklah merusak hukum tentang iqamah.
      Begitu pula niat untuk keluar menuju kebun-kebun dan ladang-ladang di (pinggiran) kota tempat iqamah tersebut pada rentang waktu 10 hari tidak merusak niat untuk menetap (iqamah).

      SOAL 650:
      Seseorang selama beberapa tahun berada di sebuah tempat yang berjarak 4 KM dari (wathan)-nya. Setiap minggu ia pulang ke rumahnya. Jika ia pergi ke suatu tempat yang berjarak 25 KM dari wathan-nya dan dari tempat belajarnya (selama beberapa tahun) 22 KM, apakah hukum shalatnya?
      JAWAB:
      Jika ia bermaksud untuk menempuh jarak dari tempat belajar ke tempat tujuan yang tidak mencapai batas masafah syar'i, maka hukum safar tidaklah berlakua atas dirinya. Namun, bila ia berniat menuju ke tempat tujuan dari wathan-nya, maka hukum safar berlaku atasnya.

      SOAL 651:
      Seseorang bertujuan untuk pergi ke suatu tempat yang berjarak 3 farsakh, tapi sejak semula ia berencana untuk menyimpang ke jalur cabang (keluar dari jalur utama) sejauh satu farsakh untuk menyeselesaikan pekerjaan tertentu, kemudian kembali ke jalur utama guna melanjutkan perjalananya, apa hukum shalat dan puasa musafir ini?
      JAWAB:
      Hukum musafir tidaklah berlaku atas dirinya. Keluarnya ke jalur cabang dan kembalinya ke jalur utama tidak cukup digabung untuk menyempurnakan (hitungan) masafah.

      SOAL 652:
      Dengan memperhatikan fatwa Imam Khomaini (qs) tentang kewajiban mengqashr shalat dan membatalkan puasa (ifthar) dalam safar jika mencapai 8 farsakh, apabila keberangkatan kami tidak mencapai 4 farsakh, namun ketika pulang, karena tidak adanya mobil dan hambatan-hambatan di jalan, kami harus menempuh jalan lain yang berjarak lebih dari 6 farsakh, apakah dalam kondisi demikian, kami meng-qashr shalat dan membatalkan puasa (ifthar) ataukah tidak?
      JAWAB:
      Jika keberangkatan Anda kurang dari 4 farsakh, dan jalan pulang –dengan sendirinya- tidak mencapai masafah syar'i, maka Anda menyempurnakan shalat dan berpuasa.

      SOAL 653:
      Seseorang pergi dari tempat tinggalnya ke tempat lain yang berjarak kurang dari masafah syar'i, dan dalam seminggu ia pergi beberapa kali dari tempat tersebut ke tempat-tempat lain, sehingga total jarak yang ditempuhnya lebih dari 8 farsakh. Apa tugasnya?
      JAWAB:
      Jika saat keluar (meninggalkan) rumah tidak bertujuan menempuh masafah, dan jarak pemisah antara tujuan pertama dan tempat-tempat tujuan lainnya tidak mencapai masafah syar'iah, maka hukum safar tidaklah berlaku atasnya.

      SOAL 654:
      Jika seseorang meninggalkan negerinya menuju sebuah tempat dan selama di situ ia keliling ke sana-sini, apakah kelilingnya ditambahkan dalam masafah yang telah ia tempuh dari rumahnya?
      JAWAB:
      Kelilingnya di tempat tujuan tidak terhitung dalam masafah.

      SOAL 655:
      Apakah ketika berniat (untuk iqamah) saya boleh meniatkan untuk keluar setiap hari dari tempat iqamah saya ke tempat kerja yang berjarak kurang dari 4 farsakh.
      JAWAB:
      Berniat keluar dalam 10 hari -ketika niat untuk iqamah- ke suatu tempat yang tidak mencapai masafah hanya akan merusak keabsahan niat iqamah apabila ‘urf (pandangan umum masyarakat) menganggap tindakan keluar (dari tempat iqamah) tersebut merusak arti ‘iqamah selama 10 di suatu tempat’ seperti keluar dari tempat iqamah sehari penuh, lebih-lebih setiap hari. Namun, jika tidak, seperti keluar selama beberapa saat di siang hari hingga sepertiga siang, atau di malam hari hingga sepertiga malam sekali atau beberapa kali yang total masa seluruhnya tidak lebih dari enam atau tujuh jam, maka berniat demikian tidak menggugurkan keabsahan niat iqamah.

      SOAL 656:
      Dengan memperhatikan bahwa mondar-mandir dari tempat tinggal ke tempat kerja yang jarak antara keduanya melebihi 24 Km menyebabkan (kewajiban) shalat secara tamam. Jika saya keluar dari kota tempat saya bekerja ke luar batasnya atau ke kota lain yang jaraknya tidak mencapai masafah, lalu kembali ke tempat kerja sebelum atau setelah dhuhur, apakah shalat saya dilakukan dengan tamam juga?
      JAWAB:
      Hukum shalat dan puasa Anda tidak berubah di tempat kerja hanya karena Anda keluar ke tempat yang jaraknya tidak mencapai masafah, meskipun kepergian itu tidak bersangkutan dengan pekerjaan sehari-hari, dan tidak ada beda antara Anda kembali sebelum atau sesudah dhuhur.

      SOAL 657:
      Saya penduduk kota Isfahan. Sejak beberapa waktu saya bekerja di sebuah Universitas yang terletak di kota “Syahin Syahr” yang merupakan daerah pinggiran Isfahan. Jarak antara had at-tarakkhush kota Isfahan dan pintu gerbang Syahin Syahr tidak mencapai masafah perjalanan (kira-kira 20 Km). Namun, jarak antara Isfahan dan Universitas yang terletak dipinggiran kota melebihi masafah perjalanan, kira-kira 25 Km. Mengingat Universitas tersebut terletak di Syahin Syahr, dan jalan saya melewati tengah kota, hanya saja tujuan utama saya adalah Universitas, apakah saya termasuk musafir ataukah tidak?
      JAWAB:
      Jika jarak antara kedua kota tersebut tidak mencapai 4 farsakh syar'i, maka hukum safar tidaklah berlaku.

      SOAL 658:
      Saya bepergian setiap minggu ke kota Qom untuk berziarah ke makam As-sayidah Al Ma’shumah (as) dan melakukan amalan-amalan di masjid Jamkaran. Apakah saya shalat secara tamam ataukah qashr dalam perjalanan tersebut?
      JAWAB:
      Anda dalam perjalanan demikian diperlakukan secara hukum sebagaimana seluruh musafir berkenaan dengan kewajiban meng-qashr shalat.

      SOAL 659:
      Kota kelahiran saya adalah Kasymar. Sejak tahun 1345 H Syamsiah hingga 1369 saya tinggal di Teheran. Dan sejak 3 tahun lalu saya bersama keluarga datang ke pelabuhan “Bandar Abbas” dalam rangka dinas. Setelah beberapa waktu, kurang dari setahun, saya akan kembali ke wathan (tempat tinggal), Teheran. Mengingat saya selama waktu berada di pelabuhan Bandar Abbas mungkin sewaktu-waktu pergi untuk dinas ke kota-kota yang berada di wilayah “Bandar Abbas” dan menetap beberapa waktu di sana, dan saya tidak bisa meramalkan sampai kapan tugas kedinasan ini dibebankan pada saya. Karena itulah saya mohon Anda menerangkan:
      1. Apa hukum shalat dan puasa saya?
      2. Karena saya sering atau beberapa bulan dalam setahun berada dalam tugas selama beberapa hari, apakah saya tergolong (orang) yang banyak bepergian?
      3. Mohon penjelasan hukum syar'i berkenaan dengan shalat dan puasa isteri saya, mengingat ia adalah ibu rumah tangga dan lahir di Teheran yang kini datang ke pelabuhan Bandar Abbas dan menetap bersama saya?
      JAWAB:
      Hukum shalat dan puasa Anda di tempat dinas sekarang yang bukan merupakan wathan Anda ialah hukum shalat dan puasa musafir berkenaan dengan qashr shalat dan ketidakabsahan puasa. Kecuali jika Anda berniat menetap selama 10 hari di sana, atau jika Anda melakukan perjalanan berulang kali dari tempat dinas ke tempat yang mencapai batas masafah syar'i paling sedikit sekali dalam 10 hari untuk tujuan kerja yang bertautan dengan tugas Anda.
      Sedangkan isrti yang menyertai Anda ke tempat kerja, jika ia berniat menetap 10 hari di sana, maka ia (wajib) shalat tamam dan tetap berpuasa. Jika tidak, maka ia wajib mengqashr shalat, dan puasanya tidak sah di sana.

      SOAL 660:
      Ada seseorang yang berniat menetap selama 10 hari dikarenakan ia mengetahui bahwa ia memang akan tinggal selama itu atau berkeputusan untuk itu. Kemudian ternyata ia akan melakukan safar setelah sebelumnya hukum (shalat) tamam berlaku atas dirinya dengan melakukan shalat ruba’iyah, padahal perjalanannya tidaklah penting. Apakah ia boleh melakukan hal demikian?
      JAWAB:
      Tidak ada larangan bepergian meskipun tidak penting.


      SOAL 661:
      Jika seseorang bepergian untuk berziarah ke makam imam Ridha (as) dan mengetahui bahwa ia akan menetap kurang dari 10 hari, namun ia berniat menetap selama 10 hari di sana agar shalatnya menjadi tamam, apakah hukumnya?
      JAWAB:
      Jika ia tahu bahwa dirinya tidak akan menetap di sana selama 10 hari, maka niatnya untuk menetap 10 hari tidaklah berarti dan berpengaruh sedikitpun, sebaliknya ia (wajib) shalat secara qashr.

      SOAL 662:
      Para pegawai yang bukan dari warga kota (pendatang) dan tidak menetap di kota selama 10 hari kapanpun. Hanya saja, perjalanan mereka kurang dari masafah syar'i. Apa tugas mereka berkenaan dengan hukum shalat qashr dan tamam?
      JAWAB:
      Jika jarak antara wathan dan tempat tugas mereka tidak mencapai masafah syar'i, meski dengan cara penggabungan (talfiq), maka hukum musafir tidak berlaku atas mereka. Jika orang yang jarak antara wathan dan tempat kerja mencapai masafah syar'i, dan ia mondar-mandir antara kedua tempat tersebut selama 10 hari, meskipun hanya sekali paling sedikit, maka ia wajib melakukan shalat secara utuh (tamam). Jika tidak, maka dalam perjalanan pertama setelah menetap 10 hari ia diperlakukan secara hukum sebagaimana para musafir lainnya.

      SOAL 663:
      Bagaimana kewajiban shalat orang yang melakukan perjalanan ke suatu tempat dan tidak tahu sampai kapan ia akan menetap di tempat itu 10 hari atau lebih sedikit?
      JAWAB:
      Ia wajib shalat secara qashr sampai berlalu 30 hari, dan setelah itu ia harus shalat tamam, walaupun hari itu juga akan pergi.

      SOAL 664:
      Apa hukum shalat dan puasa orang yang sedang berdakwah di dua tempat sementara ia berniat menetap di daerah itu selama 10 hari?

      JAWAB:
      Jika kedua tempat itu, menurut pandangan umum masyarakat, memanglah dua tempat, maka niatnya untuk menetap di kedua tempat tersebut sekaligus atau di salah satu dari keduanya, dengan bermaksud untuk mondar-mandir ke tempat yang lain selama 10 hari, tidaklah sah.
    • BATAS TARAKHKHUSH
    • PERJALANAN DOSA (MAKSIAT)
    • WATHAN (TEMPAT TINGGAL)
    • IKUT SUAMI
    • HUKUM KOTA-KOTA BESAR
    • SHALAT SEWAAN (ISTIJARAH)
    • SHALAT AYAT
    • SHALAT-SHALAT NAFILAH
    • LAIN-LAIN
  • PUASA
  • KHUMUS
  • JIHAD
  • AMAR MA'RUF & NAHI MUNKAR
  • MEMPERDAGANGKAN BENDA-BENDA NAJIS
  • MASALAH LAIN-LAIN SEPUTAR MATA PENCAHARIAN
  • MENGAMBIL UPAH DARI PERBUATAN YANG WAJIB
  • CATUR
  • ALAT-ALAT JUDI
  • MUSIK DAN NYANYIAN
  • TARIAN
  • APLAUS (TEPUK TANGAN)
  • GAMBAR (FOTO) DAN FILM
  • PARABOLA
  • DRAMA DAN BIOSKOP
  • MELUKIS DAN MEMAHAT
  • SIHIR, SULAP, MENDATANGKAN ROH DAN JIN
  • UNDIAN DAN SAYEMBARA
  • SUAP
  • Hukum-hukum Kedokteran
  • ETIKA BELAJAR DAN MENGAJAR
  • HAK CIPTA
  • TRANSAKSI DENGAN NON-MUSLIM
  • BEKERJA DI NEGARA ZALIM
  • BUSANA
  • MENIRU NON MUSLIM DAN MENYEBARKAN BUDAYA MEREKA
  • BERHIJRAH
  • ROKOK DAN NARKOTIKA
  • JENGGOT DAN KUMIS
  • BERADA DI LOKASI DAN TEMPAT MAKSIAT
  • JIMAT DAN ISTIKHARAH
  • MENGHIDUPKAN ACARA KEAGAMAAN
  • Jual-beli Fudhuli
  • Para Pemilik dan Hak Menjual
  • Syara-syarat Barang yang Diperjual-belikan
  • Syarat-syarat Akad (Kontrak Transaksi)
  • Barang-barang yang Diikutsertakan dalam Jual-beli (Tawabi’)
  • Serah Terima Barang dan Uang
  • Jual-beli Tunai dan Kredit
  • Jual-beli Salaf
  • Jual-beli Emas, Perak dan Uang
  • Berbagai Masalah Perniagaan
  • KHIYAR
  • RIBA
  • KEPEMILIKAN BERSAMA (SYUF’AH)
  • SEWA-MENYEWA
  • GADAI (RAHN)
  • PATUNGAN MODAL (SYIRKAH)
  • HIBAH
  • HUTANG-PIUTANG
  • SHULUH
  • AGENSI, PERWAKILAN DAN PENGACARA
  • SEDEKAH
  • PINJAMAN DAN PENITIPAN
  • WASIAT
  • GHASAB
  • MAHJUR DAN TANDA-TANDA BALIG
  • MUDHARABAH
  • PERBANKAN
  • Hadiah Bank
  • Bekerja di Bank
  • Hukum Cek dan Giro
  • ASURANSI
  • ASET NEGARA
  • Pegawai Negeri
  • WAKAF
  • Hukum-hukum Wakaf
  • Syarat-syarat Wakaf
  • Syarat-syarat Penanggung jawab Wakaf
  • Syarat-Syarat Barang Yang Diwakafkan
  • Syarat-Syarat Penerima Wakaf
  • Sigat (pernyataan) Wakaf
  • Menjual Barang Wakaf dan Mengubahnya
  • KUBURAN
700 /