Situs Media Informasi Kantor Imam Ali Khamenei
Terima:

Ajwibatul Istiftaat

  • TAQLID
  • THAHÂRAH (KESUCIAN)
    • AIR
      Berkas yang Dicetak  ;  PDF

      AIR

      SOAL 69:
      Jika bagian bawah dari air sedikit (qalil) yang mengalir dari atas ke bawah tanpa tekanan terkena najâsah (najis), apakah bagian yang atas tetap suci ataukah tidak?
      JAWAB:
      Jika dapat dikatakan bahwa air tersebut mengalir dari atas ke bawah, maka bagian atas dari air tersebut adalah suci.

      SOAL 70:
      Ketika mencuci pakaian yang terkena najis (mutanajjis) dengan air banyak (katsir), apakah wajib memerasnya ataukah cukup bila tempat najis terendam di dalam air tersebut setelah terlebih dahulu najisnya dihilangkan?
      JAWAB:
      Cukup bila pakaian itu terendam di dalam air dan kemudian air tersebut keluar darinya, meskipun dengan digerakkan dalam air banyak (katsir), dan adapun pemerasan tidaklah disyaratkan.

      SOAL 71:
      Setelah mencuci kain yang terkena najis (mutanajjis) dengan air yang mengalir (jâri) atau air kurr, apakah wajib memerasnya di luar air tersebut agar menjadi suci ataukah ia bisa suci dengan diperas di dalamnya?
      JAWAB:
      Tidak disyaratkan memeras dalam mensucikan pakaian dan sebagainya dengan air yang mengalir atau air kurr, melainkan cukup melakukan perbuatan yang menyebabkan keluarnya air di dalamnya, sekalipun hanya menggerak-gerakkannya dengan keras, misalnya.

      SOAL 72:
      Ketika kami hendak mencuci permadani atau karpet yang terkena najis (mutanajjis) dengan air pipa yang bersambung ke kran, apakah ia menjadi suci begitu air pipa sampai ke tempat yang terkena najis, ataukah wajib memisahkan air bekas cucian (ghusâlah) dari tempat yang tekena najis tersebut?
      JAWAB:
      Dalam mensucikan dengan air pipa tidak disyaratkan memisahkan air bekas cucian (ghusalah) melainkan ia menjadi suci begitu air telah mencapai tempat yang terkena najis setelah benda najisnya hilang dan air cucian itu berpindah dari tempatnya dengan cara digosok pada saat bersambung dengan (sumber).

      SOAL 73:
      Apa hukum berwudhu dan mandi dengan air yang kental secara alamiyah, seperti air laut yang kental dikarenakan kandungan garamnya yang banyak, danau Urumiyeh (di Iran), misalnya, atau danau lain yang lebih kental?
      JAWAB:
      Hanya karena kentalnya air yang disebabkan oleh kandungan garam tidak membuatnya keluar dari kategori air murni (mutlaq). Dan tolok ukur dalam memberlakukan konsekuensi-konsekuensi syar’i bagi air murni (mutlaq) adalah pandangan umum (‘urf) yanng menganggapnya sebagai air murni (mutlaq).

      SOAL 74:
      Apakah untuk memberlakukan hukum-hukum air kurr wajib mengetahui dengan pasti bahwa air itu kurr atau cukup menganggapnya tetap kurr, karena sebelumnya telah diketahui demikian, seperti air di toilet kereta api dan lainnya?
      JAWAB:
      Jika ia telah dapat memastikan bahwa keadaan air tersebut sebelumnya telah mencapai kurr, maka ia diperbolehkan menganggapnya seperti keadaan semula.

      SOAL 75:
      Dalam Risâlah 'Amaliyah Imam Khomaini Qs, masalah 147, terdapat keterangan sebagai berikut: “Tidak wajib memperhatikan ucapan anak kecil yang mumayyiz (sudah dapat membedakan yang baik dan buruk) berkenaan dengan thahârah dan najâsah ( kesucian dan kenajisan) sampai ia mencapai usia baligh.” Fatwa ini merupakan sebuah taklif yang berat karena menyebabkan, misalnya, kedua orang tua wajib mensucikan anak lelakinya setiap kali usai buang air hingga mencapai usia 15 tahun. Maka apakah tugas keagamaan berkaitan dengan masalah ini?
      JAWAB:
      Ucapan anak kecil yang mendekati usia baligh (murahiq) dapat diperhitungkan (mu’tabar).

      SOAL 76:
      Kadang kala orang-orang menambahkan bahan-bahan tertentu kedalam air yang membuatnya berubah warna seperti susu. Apakah air ini tergolong tidak murni (mudhâf)? Dan apa hukum berwudhu dan mensucikan sesuatu dengan air tersebut?
      JAWAB:
      Hukum air mudhâf tidak belaku atasnya.


      SOAL 77:
      Apakah perbedaan antara air kurr dan air mengalir (jâri) berkaitan dengan pensucian?
      JAWAB:
      Tidak ada beda antara keduanya dalam hal tersebut.


      SOAL 78:
      Jika air garam (asin) dididihkan, sahkah berwudhu dengan air yang terkumpul dari uapnya?
      JAWAB:
      Jika air yang disuling dari air garam itu masih dapat disebut sebagai air murni (mutlaq), maka hukum-hukum air murni (mutlaq) berlaku atasnya.

      SOAL 79:
      Untuk mensucikan telapak kaki atau sepatu, seseorang harus berjalan lima belas langkah. Apakah ini berlaku setelah benda najis (najâsah) hilang ataukah tidak? Maka apakah telapak kaki atau sepatu menjadi suci bila benda najisnya hilang dengan berjalan lima belas langkah?
      JAWAB:
      Barang siapa yang telapak kakinya atau alas kakinya (sepatu/sandal) najis karena berjalan di atas tanah, maka ia akan suci dengan berjalaan kira-kira 10 langkah di atas jalan yang kering dan suci dan benda najisnya sudah hilang.

      SOAL 80:
      Apakah jalan-jalan berlantai dengan aspal dan bahan-bahan lainnya tergolong dari bumi yang dapat mensucikan sehingga berjalan kaki diatasnya dapat mensucikan bagian bawah telapak kaki?
      JAWAB:
      Bumi yang berlantai dengan aspal tidak dapat mensucikan bagian bawah telapak kaki, atau alas pelindung kaki seperti sandal.

      SOAL 81:
      Apakah matahari tergolong hal yang dapat mensucikan (muthahhirâh)? Jika ia tergolong muthahhirâh, apa syarat-syaratnya dalam mensucikan?

      JAWAB:
      Bumi dan segala sesuatu yang tidak berpindah seperti bangunan, segala sesuatu yang berhubungan dengan bangunan, dan benda yang terpasang di dalamnya, seperti kayu dan pintu dan benda serupa lainnya menjadi suci bila terkena sinar matahari setelah benda najisnya (najâsah) lenyap dan dengan syarat ketika terkena sinar matahari dalam keadaan basah.

      SOAL 82:
      Bagaimana mensucikan pakaian-pakaian yang terkena najis yang warnanya luntur dalam air ketika sedang disucikan?
      JAWAB:
      Jika lunturnya warna pakaian-pakaian itu tidak menyebabkan air menjadi mudhâf (tidak murni), maka pakaian tersebut menjadi suci dengan menuangkan air ke atasnya.

      SOAL 83:
      Ada seorang yang megisi air ke dalam sebuah bejana untuk mandi janâbah. Ketika sedang mandi, air menetes dari tubuhnya ke dalam bejana tersebut, apakah air itu tetap suci dalam kondisi demikian? Dan apakah ada masalah untuk menyempurnakan mandi dengan air tersebut?
      JAWAB:
      Jika air menetes ke dalam bejana dari bagian tubuh yang suci, maka ia suci, dan tidak ada masalah untuk menyempurnakan mandi dengan air itu.

      SOAL 84:
      Apakah bisa mensucikan oven yang dibangun dari tanah liat yang dibuat dengan menggunakan air yang terkena najis (mutanajjis)?
      JAWAB:
      Permukaan luarnya dapat disucikan dengan membasuh, dan cukup mensucikan permukaan luar oven yang digunakan untuk menempatkan adonan roti.

      SOAL 85:
      Apakah minyak najis tetap dalam kenajisannya setelah dilakukan analisis kimiawi terhadapnya sedemikian rupa, sehingga bendanya menyandang karakteristik baru, ataukah hukum istihâlah (transformasi) berlaku atasnya?
      JAWAB:
      Hanya dengan melakukan analisis kimiawi yang bisa memberikan karakteristik baru tidak cukup untuk mensucikan dan menghalalkan benda-benda najis atau benda-benda yang diambil dari hewan yang haram.

      SOAL 86:
      Di desa kami ada kamar mandi umum yang atapnya datar dan rata. Tetesan-tetesan yang berasal dari uap air mandi setelah menjadi dingin mengenai kepala orang yang mandi di dalamnya. Apakah tetesan-tetesan ini suci? Apakah mandi yang dilakukan seseorang setelah kejatuhan tetesan itu sah hukumnya?
      JAWAB:
      Uap air kamar mandi dihukumi suci, begitu juga tetesan-tetesan yang berasal darinya, dan tetesan yang mengenai badan tidak mengganggu keabsahan mandi dan tidak menajiskan.

      SOAL 87:
      Sesuai hasil riset ilmiah, percampuran air minum dengan bahan-bahan mineral yang tercemar dan bakteri-bakteri menyebabkan berat jenisnya mencapai 0,1 %. Kilang penyaringan mampu mengubah air limbah dan memisahkannya dari bahan-bahan dan bakteri-bakteri tersebut melalui proses fisikal, kimiawi, dan biologis, sehingga setelah melalui beberapa penyaringan dari beberapa aspek; fisikal (warna, rasa, dan aroma), dan dari aspek kimia (bahan-bahan mineral yang tercemar) dan dari aspek higinis (bakteri-bekteri yang merugikan dan telur-telur parasit), jauh lebih bersih dari air sungai dan air danau, terutama air yang digunakan untuk irigasi.
      Karena air limbah adalah air yang terkena najis (mutanajjis), apakah ia menjadi suci melalui proses tersebut di atas, dan hukum istihâlah (transformasi) berlaku atasnya, ataukah air yang dihasilkan dari proses penyaringan tersebut dihukumi najis?
      JAWAB:
      Istihâlah (transformasi) tidak terjadi hanya dengan pemisahan bahan-bahan mineral yang tercemar dan bakteri-bakteri dari air limbah, kecuali jika proses penyaringan dilakukan dengan cara penguapan kemudian mengubah uap menjadi air kembali. Tentu, hukum ini hanya berlaku atas air limbah yang terkena najis saja, dan belum tentu air limbah itu selalu terkena najis.
    • TAKHALLI (BERADA DI TOILET)
    • WUDHU’
    • MENYENTUH NAMA-NAMA ALLAH DAN AYAT SUCI
    • MANDI JANÂBAH
    • MANDI YANG BATAL
    • TAYAMMUM
    • MASALAH-MASALAH KEWANITAAN
    • JENAZAH
    • NAJÂSÂT (BENDA-BENDA NAJIS)
    • BENDA MEMABUKKAN DAN SEJENISNYA
    • WAS-WAS DAN TERAPINYA
    • HUKUM ORANG KAFIR
  • SHALAT
  • PUASA
  • KHUMUS
  • JIHAD
  • AMAR MA'RUF & NAHI MUNKAR
  • MEMPERDAGANGKAN BENDA-BENDA NAJIS
  • MASALAH LAIN-LAIN SEPUTAR MATA PENCAHARIAN
  • MENGAMBIL UPAH DARI PERBUATAN YANG WAJIB
  • CATUR
  • ALAT-ALAT JUDI
  • MUSIK DAN NYANYIAN
  • TARIAN
  • APLAUS (TEPUK TANGAN)
  • GAMBAR (FOTO) DAN FILM
  • PARABOLA
  • DRAMA DAN BIOSKOP
  • MELUKIS DAN MEMAHAT
  • SIHIR, SULAP, MENDATANGKAN ROH DAN JIN
  • UNDIAN DAN SAYEMBARA
  • SUAP
  • Hukum-hukum Kedokteran
  • ETIKA BELAJAR DAN MENGAJAR
  • HAK CIPTA
  • TRANSAKSI DENGAN NON-MUSLIM
  • BEKERJA DI NEGARA ZALIM
  • BUSANA
  • MENIRU NON MUSLIM DAN MENYEBARKAN BUDAYA MEREKA
  • BERHIJRAH
  • ROKOK DAN NARKOTIKA
  • JENGGOT DAN KUMIS
  • BERADA DI LOKASI DAN TEMPAT MAKSIAT
  • JIMAT DAN ISTIKHARAH
  • MENGHIDUPKAN ACARA KEAGAMAAN
  • Jual-beli Fudhuli
  • Para Pemilik dan Hak Menjual
  • Syara-syarat Barang yang Diperjual-belikan
  • Syarat-syarat Akad (Kontrak Transaksi)
  • Barang-barang yang Diikutsertakan dalam Jual-beli (Tawabi’)
  • Serah Terima Barang dan Uang
  • Jual-beli Tunai dan Kredit
  • Jual-beli Salaf
  • Jual-beli Emas, Perak dan Uang
  • Berbagai Masalah Perniagaan
  • KHIYAR
  • RIBA
  • KEPEMILIKAN BERSAMA (SYUF’AH)
  • SEWA-MENYEWA
  • GADAI (RAHN)
  • PATUNGAN MODAL (SYIRKAH)
  • HIBAH
  • HUTANG-PIUTANG
  • SHULUH
  • AGENSI, PERWAKILAN DAN PENGACARA
  • SEDEKAH
  • PINJAMAN DAN PENITIPAN
  • WASIAT
  • GHASAB
  • MAHJUR DAN TANDA-TANDA BALIG
  • MUDHARABAH
  • PERBANKAN
  • Hadiah Bank
  • Bekerja di Bank
  • Hukum Cek dan Giro
  • ASURANSI
  • ASET NEGARA
  • Pegawai Negeri
  • WAKAF
  • Hukum-hukum Wakaf
  • Syarat-syarat Wakaf
  • Syarat-syarat Penanggung jawab Wakaf
  • Syarat-Syarat Barang Yang Diwakafkan
  • Syarat-Syarat Penerima Wakaf
  • Sigat (pernyataan) Wakaf
  • Menjual Barang Wakaf dan Mengubahnya
  • KUBURAN
700 /