Situs Media Informasi Kantor Imam Ali Khamenei
Terima:

Ajwibatul Istiftaat

  • TAQLID
  • THAHÂRAH (KESUCIAN)
    • AIR
    • TAKHALLI (BERADA DI TOILET)
    • WUDHU’
    • MENYENTUH NAMA-NAMA ALLAH DAN AYAT SUCI
    • MANDI JANÂBAH
      Berkas yang Dicetak  ;  PDF

      MANDI JANÂBAH

      SOAL 166:
      Apakah diperbolehkan bagi orang junub melakukan shalat dengan tayammum sementara najis masih melekat pada tubuh dan bajunya jika waktunya sempit, ataukah ia harus bersuci dan mandi lalu meng-qadha’ shalatnya?
      JAWAB:
      Jika waktunya tidak cukup untuk mensucikan badan dan pakaian atau menggantinya dengan yang suci, dan tidak dapat shalat dalam keadaan telanjang karena dingin dan sebagainya, maka hendaknya shalat dengan tayammum sebagai ganti dari mandi janâbah dan dengan pakaian najis. Hal itu cukup baginya dan tidak wajib meng-qadha’ shalatnya.

      SOAL 167:
      Apakah masuknya air mani ke dalam rahim tanpa melakukan penetrasi menyebabkan janâbah?
      JAWAB:
      Hal itu tidak menyebabkan janâbah.


      SOAL 168:
      Apakah wajib mandi atas wanita yang telah menjalani pemeriksaan dalam (vagina) dengan peralatan medis?
      JAWAB:
      Tidak diwajibkan mandi selama tidak mengeluarkan mani.


      SOAL 169:
      Jika terjadi penetrasi hanya seukuran ujung penis, namun tidak mengeluarkan mani dan wanita tidak mencapai puncak orgasme (puncak kenikmatan), apakah hanya wanita yang diwajibkan mandi, ataukah hanya pria, atau diwajibkan atas keduanya?
      JAWAB:
      Dalam contoh kasus tersebut, keduanya diwajibkan mandi.

      SOAL 170:
      Berkenaan dengan ihtilâm (mimpi basah) wanita, kapan dan mimpi bagaimanakah yang menyebabkan mereka diwajibkan mandi janâbah, apakah cairan yang keluar dari wanita ketika bercumbu dengan pria dianggap dan dihukumi seperti mani? Dan dengan demikian apakah diwajibkan mandi atas wanita tersebut meskipun tidak merasakan kecapekan pada tubuh dan tidak mencapai orgasme? Secara umum, bagaimana terjadinya janâbah pada wanita tanpa persetubuhan?
      JAWAB:
      Jika seorang wanita merasakan puncak kelezatan dan pada saat yang sama keluar darinya cairan, maka ia telah dihukumi sebagai seorang yang junub dan mandi telah wajib baginya, Namun jika ia ragu apakah telah sampai pada tingkat tersebut atau belum dan ragu apakah keluar sesuatu atau tidak, maka tidak ada kewajiban mandi padanya.

      SOAL 171:
      Apakah hukum membaca buku roman (percintaan) atau menonton film yang menyebabkan terangsangnya birahi?
      JAWAB:
      Tidak diperbolehkan.


      SOAL 172:
      Jika seorang wanita segera melakukan mandi setelah digauli sedangkan mani suaminya tetap berada di rahimnya, apakah mandinya sah, meskipun mani suaminya keluar seusai mandi? Apakah mani yang keluar itu suci ataukah najis? Dan apakah wajib mandi lagi?
      JAWAB:
      Mandinya benar (sah). Cairan yang keluar darinya jika berupa mani maka hukumnya najis, Namun jika yang keluar darinya setelah mandi adalah mani lelaki, maka tidak menyebabkan janâbah lagi.

      SOAL 173:
      Sejak beberapa waktu lalu saya mengalami keragu-raguan tentang mandi janabâh sampai sampai tidak menyetubuhi isteri. Meski demikian saya mengalami kondisi di luar kehendak dimana saya menduga bahwa saya wajib mandi janâbah, bahkan saya mandi dua atau tiga kali sehari. Kebimbangan ini sangat mengganggu saya. Apa taklif (tugas keagamaan) saya?
      JAWAB:
      Hukum janâbah tidak berlaku bila ada keraguan tentangnya, kecuali apabila Anda mengeluarkan cairan disertai tanda-tanda syar’i bagi keluarnya mani, atau Anda yakin telah mengeluarkan mani.

      SOAL 174:
      Apakah sah mandi janâbah wanita yang sedang dalam keadaan haidh, sehingga tugasnya selaku wanita yang junub gugur?
      JAWAB:
      Keabsahan mandi dalam contoh kasus tersebut dipertanyakan (bermasalah, mahallul isykâl).

      SOAL 175:
      Apakah setelah suci diwajibkan mandi janabâh atas wanita yang mengalami janâbah ketika sedang haidh diwajibkan mandi janâbah setelah bersuci dari haidh, atau tidak diwajibkan karena saat itu ia tidak dalam keadaan suci?
      JAWAB:
      Ia diwajibkan mandi haidh di samping mandi janâbah. Ia diperbolehkan mandi janâbah saja, meskipun, berdasarkan ihtiyâth, hendaknya meniatkan kedua macam mandi.

      SOAL 176:
      Dalam kondisi apakah cairan yang keluar dari seseorang dihukumi sebagai air mani?
      JAWAB:
      Apabila disertai dengan syahwat (kenikmatan seksual) dan melemahnya tubuh serta dengan tekanan dihukumi sebagai air mani.

      SOAL 177:
      Dalam beberapa kasus setelah mandi ditemukan sisa-sisa sabun di dalam kuku tangan atau kaki dan tidak kelihatan ketika sedang mandi. Namun setelah keluar dari kamar mandi tampak putih sisa sabun. Padahal sebagian orang mandi dan berwudhu tanpa mengetahui atau memperhatikan hal itu, maka apakah hukumnya sementara tidak dapat dipastikan bahwa air menjangkau bagian yang tertutup di bawah putih sisa sabun?
      JAWAB:
      Hanya lapisan kapur atau sisa sabun yang tampak setelah anggota tubuh mengering, tidak merusak keabsahan wudhu atau mandi, kecuali apabila menghalangi pembasuhan kulit.

      SOAL 178:
      Salah seorang teman mengatakan bahwa sebelum mandi diwajibkan mensucikan tubuh dari najis, dan bahwa mensucikannya ketika sedang mandi seperti pensucian dari mani membatalkan mandi. Jika perkataannya benar, apakah shalat-shalat yang telah dikerjakan batal dan wajib di-qadha’, karena saya sebelumnya tidak mengetehui masalah ini?
      JAWAB:
      Basuhan untuk mensucikan badan (dari najis, pen.) wajib terpisah dari mandi janâbah, namun tidak wajib mensucikan seluruh badan sebelum memulai mandi melainkan cukup apabila setiap anggota badan yang akan dimandikan disucikan terlebih dahulu. Karenanya, apabila ia mensucikan anggota tubuh sebelum memandikannya, maka sahlah mandi dan shalat yang telah ia laksanakan. Jika tidak mensucikan anggota tubuh sebelum memandikannya, dan dengan satu basuhan ia ingin mensucikannya dari najis serta melakukan mandi wajib, maka batallah mandi dan shalatnya dan wajib meng-qadha’-nya.

      SOAL 179:
      Apakah cairan yang keluar dari seseorang ketika sedang tidur dihukumi sebagai mani, padahal tidak mengandung salah satu dari tiga tanda (keluar dengan tekanan, syahwat dan lemahnya tubuh) dan tidak menyadarinya, kecuali setelah terjaga dari tidur saat melihat pakaian dalamnya basah?
      JAWAB:
      Jika tiga tanda tersebut atau salah satu darinya tidak ada atau ragu atas hal itu, cairan tersebut tidak dihukumi mani, kecuali jika diyakini sebagai mani dengan cara lain.

      SOAL 180:
      Saya seorang pemuda yang hidup bersama keluarga miskin. Saya sering mengeluarkan mani, hal itu membuat saya malu meminta uang pada ayah untuk membayar ongkos menggunakan kamar mandi (umum), karena di rumah kami tidak ada kamar mandi. Kami mohon Anda bekenan membimbing saya?
      JAWAB:
      Tidak ada alasan untuk malu dalam melaksanakan taklif syar’i, dan ia bukanlah halangan (uzur) syar’i untuk tidak melakukan kewajiban. Bagaimanapun juga, jika sarana untuk melakukan mandi janâbah tidak tersedia, maka tugas Anda adalah tayammum sebagai ganti dari mandi untuk melakukan shalat dan puasa.

      SOAL 181:
      Saya menghadapi suatu masalah, yaitu, bahwa membasuh walaupun dengan setetes air bahkan mengusap badan berbahaya bagi saya. Dan setiap kali mandi walaupun hanya sebagian badan saya menambah detak jantung saya di samping akibat-akibat lainnya. Apakah boleh dalam kondisi demikian saya menggauli isteri dan menggantikan mandi selama beberapa bulan dengan tayammum, juga shalat, dan memasuki masjid?
      JAWAB:
      Anda tidak diwajibkan menghindari persetubuhan. Jika Anda berhalangan mandi janâbah setelah junub, maka ber-tayammum sebagai ganti mandi untuk melakukan hal-hal yang disyaratkan thahârah adalah tugas syar’i Anda. Memasuki masjid, melakukan shalat, menyentuh tulisan Al-Qur’an, dan perbuatan-perbuatan yang disyaratkan dalam keadaan suci dari hadats dan janâbah , tidaklah masalah.

      SOAL 182:
      Apakah wajib menghadap kiblat ketika mandi wajib atau mustahab, ataukah tidak?
      JAWAB:
      Tidak diwajibkan menghadap kiblat ketika sedang mandi.

      SOAL 183:
      Apakah sah mandi dengan bekas air mandi (ghusâlah) hadats besar dengan catatan bahwa mandi tersebut dilakukan dengan air sedikit dan tubuh telah suci sebelumnya?
      JAWAB:
      Tidak ada masalah mandi seperti kasus di atas.


      SOAL 184:
      Jika seseorang yang sedang mandi mengeluarkan hadats kecil, apakah ia wajib mengulangi mandinya dari pertama lagi ataukah melanjutkan dan berwudhu.
      JAWAB:
      Tidak wajib memulai dari pertama dan tidak ada pengaruhnya, melainkan ia menyempurnakan mandinya, namun hal itu tidak mencukupi dari wudhu untuk melaksanakan shalat dan perbuatan-perbuatan lain yang disyaratkan dengan kesucian dari hadats kecil.

      SOAL 185:
      Apakah cairan kental menyerupai mani yang keluar setelah kencing dan tanpa syahwat (kenikmatan seksual) serta tanpa kehendak dihukumi sebagai air mani?
      JAWAB:
      Ia tidak dihukumi sebagai mani kecuali bila ia yakin akan hal itu atau disertai tanda-tanda syar’i keluarnya mani.

      SOAL 186:
      Jika bermacam mandi mustahab, atau wajib, atau berbeda-beda (mustahab dan wajib) terkumpul, apakah salah satunya mencukupi yang lain?
      JAWAB:
      Jika ia meniatkan semuanya maka satu kali mandi telah mencukupi semuanya. Begitu juga jika salah satunya terdapat mandi janâbah dan ia meniatkannya, maka mencukupkannya dari mandi-mandi lainnya. Namun berdasarkan ihtiyâth dianjurkan untuk tetap meniatkan semuanya.

      SOAL 187:
      Apakah selain mandi janâbah mencukupi dari wudhu?
      JAWAB:
      Tidak mencukupinya.


      SOAL 188:
      Menurut pandangan Anda, apakah disyaratkan mengalirnya air pada tubuh dalam mandi janâbah?
      JAWAB:
      Tolok ukurnya ialah terjadinya pembasuhan dengan tujuan mandi. Sedangkan mengalirnya air bukanlah syarat.

      SOAL 189:
      Jika seorang mengetahui bahwa jika membuat dirinya junub dengan menggauli isterinya tidak akan mendapatkan air untuk mandi setelahnya, atau waktu tidak akan cukup untuk mandi dan shalat, apakah ia diperbolehkan menggauli isterinya?
      JAWAB:
      Jika ia mampu melakukan tayammum ketika tidak dapat melakukan mandi, maka tidak ada larangan menjunubkan dirinya dengan perbuatan itu.

      SOAL 190:
      Apakah cukup dalam mandi janâbah menjaga urutan antara kepala dan anggota tubuh yang lain, atau harus menjaga urutan pada dua sisi tubuh juga?
      JAWAB:
      Berdasarkan ihtiyaht, harus menjaga urutan antara kedua sisi juga, yaitu dengan mendahulukan sisi kanan atas sisi kiri.

      SOAL 191:
      Ketika saya hendak mandi secara tartibi (berurutan), apakah terdapat masalah jika saya membasuh punggung lebih dulu, kemudian niat dan melakukan mandi secara berurutan setelah itu?
      JAWAB:
      Tidak ada masalah membasuh punggung atau anggota tubuh lainnya sebelum berniat mandi janâbah dan memulainya. Cara mandi tartibi sebagai berikut setelah mensucikan anggota badan harus meniatkan diri untuk mandi. Dan pertama-tama [ketika mandi] membasuh kepala dan leher, kemudian separuh kanan badan, lalu separuh kiri badan.

      SOAL 192:
      Apakah wajib atas wanita membasuh ujung-ujung rambut ketika mandi? Apakah batal jika air tidak sampai ke seluruh rambut saat mandi, padahal air telah sampai ke seluruh permukaan kulit kepala?
      JAWAB:
      Berdasarkan ihtiyâth, wajib membasuh seluruh rambut.
    • MANDI YANG BATAL
    • TAYAMMUM
    • MASALAH-MASALAH KEWANITAAN
    • JENAZAH
    • NAJÂSÂT (BENDA-BENDA NAJIS)
    • BENDA MEMABUKKAN DAN SEJENISNYA
    • WAS-WAS DAN TERAPINYA
    • HUKUM ORANG KAFIR
  • SHALAT
  • PUASA
  • KHUMUS
  • JIHAD
  • AMAR MA'RUF & NAHI MUNKAR
  • MEMPERDAGANGKAN BENDA-BENDA NAJIS
  • MASALAH LAIN-LAIN SEPUTAR MATA PENCAHARIAN
  • MENGAMBIL UPAH DARI PERBUATAN YANG WAJIB
  • CATUR
  • ALAT-ALAT JUDI
  • MUSIK DAN NYANYIAN
  • TARIAN
  • APLAUS (TEPUK TANGAN)
  • GAMBAR (FOTO) DAN FILM
  • PARABOLA
  • DRAMA DAN BIOSKOP
  • MELUKIS DAN MEMAHAT
  • SIHIR, SULAP, MENDATANGKAN ROH DAN JIN
  • UNDIAN DAN SAYEMBARA
  • SUAP
  • Hukum-hukum Kedokteran
  • ETIKA BELAJAR DAN MENGAJAR
  • HAK CIPTA
  • TRANSAKSI DENGAN NON-MUSLIM
  • BEKERJA DI NEGARA ZALIM
  • BUSANA
  • MENIRU NON MUSLIM DAN MENYEBARKAN BUDAYA MEREKA
  • BERHIJRAH
  • ROKOK DAN NARKOTIKA
  • JENGGOT DAN KUMIS
  • BERADA DI LOKASI DAN TEMPAT MAKSIAT
  • JIMAT DAN ISTIKHARAH
  • MENGHIDUPKAN ACARA KEAGAMAAN
  • Jual-beli Fudhuli
  • Para Pemilik dan Hak Menjual
  • Syara-syarat Barang yang Diperjual-belikan
  • Syarat-syarat Akad (Kontrak Transaksi)
  • Barang-barang yang Diikutsertakan dalam Jual-beli (Tawabi’)
  • Serah Terima Barang dan Uang
  • Jual-beli Tunai dan Kredit
  • Jual-beli Salaf
  • Jual-beli Emas, Perak dan Uang
  • Berbagai Masalah Perniagaan
  • KHIYAR
  • RIBA
  • KEPEMILIKAN BERSAMA (SYUF’AH)
  • SEWA-MENYEWA
  • GADAI (RAHN)
  • PATUNGAN MODAL (SYIRKAH)
  • HIBAH
  • HUTANG-PIUTANG
  • SHULUH
  • AGENSI, PERWAKILAN DAN PENGACARA
  • SEDEKAH
  • PINJAMAN DAN PENITIPAN
  • WASIAT
  • GHASAB
  • MAHJUR DAN TANDA-TANDA BALIG
  • MUDHARABAH
  • PERBANKAN
  • Hadiah Bank
  • Bekerja di Bank
  • Hukum Cek dan Giro
  • ASURANSI
  • ASET NEGARA
  • Pegawai Negeri
  • WAKAF
  • Hukum-hukum Wakaf
  • Syarat-syarat Wakaf
  • Syarat-syarat Penanggung jawab Wakaf
  • Syarat-Syarat Barang Yang Diwakafkan
  • Syarat-Syarat Penerima Wakaf
  • Sigat (pernyataan) Wakaf
  • Menjual Barang Wakaf dan Mengubahnya
  • KUBURAN
700 /